KENDATI rekapitulasi perhitungan suara Pemilu Serentak 2024 tingkat Provinsi Kaltim sudah rampung pada 10 Maret lalu, tipisnya selisih perolehan suara PAN dan Demokrat sebesar 398 suara untuk kursi terakhir di Senayan– sebutan DPR RI, berujung pada munculnya laporan sengketa pelanggaran administrasi ke Bawaslu RI. Seorang warga Samarinda kelahiran Balikpapan bernama Tri Sukma Putra menjadi pihak yang melayangkan laporan itu.
Dalam aduannya, dia menduga ada pelanggaran administrasi dalam proses rekapitulasi perhitungan suara di tingkat kecamatan se-Kaltim. Setidaknya ada 49 panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang tersebar di sembilan kabupaten/kota, minus Mahakam Ulu, yang jadi pihak terlapor dalam sengketa ini. Perkara yang teregistrasi dengan nomor 001/LP/ADM.PL/BWSL.Prov/23.00/III/2024 itu, menjalani proses persidangan perdana pada 17 Maret lalu. “Hari ini tahapan pembuktian,” ungkap Komisioner Bawaslu Kaltim Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Daini Rahmat, (18/3).
Ahad lalu, sambung pria yang akrab disapa Deden ini, persidangan beragendakan pembacaan laporan dugaan pelanggaran administrasi dari pelapor, Tri Sukma Putra, serta jawaban atau tanggapan dari 49 PPK selaku pihak terlapor. Plus, tanggapan dari pihak terkait aduan ini seperti DPD Demokrat Kaltim, DPW PAN Kaltim, hingga KPU Kaltim. “Pelapor ini juga terdaftar aktif sebagai anggota partai Demokrat Kaltim,” sebutnya. Dalil aduan yang dilayangkan Tri Sukma mengarah pada dugaan penyusutan perolehan suara dalam Pileg DPR RI saat rekapitulasi tingkat kecamatan yang dialami Demokrat Kaltim. Lalu menggelembungnya suara PAN untuk pemilu di jenis yang sama.
Dugaan itu muncul lantaran ada selisih perolehan suara Demokrat Kaltim jika menyandingkan formulir C-Hasil Salinan-DPR dengan formulir D-Hasil Kecamatan-DPR. Perbedaan data dalam dua formulir itu terjadi di 148 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di sembilan kabupaten/kota. Dari semua TPS itu, suara PAN disebut pelapor mengalami peningkatan sebanyak 364. Sementara Demokrat justru mengalami pengurangan suara sebanyak 185. Kembali ke Deden, di persidangan yang beragendakan pembuktian ini, ke 49 PPK itu diperiksa per kabupaten/kota.
Bawaslu mengagendakan memeriksa PPK dari 6 kecamatan di Balikpapan dan PPK dari 10 kecamatan di Samarinda. “Untuk Balikpapan sudah beres sebelum buka puasa tadi (kemarin). Saat ini masih proses yang Samarinda. Mungkin tak semua PPK diperiksa hari ini, sebagian saja sisanya lanjut besok,” jelasnya. Untuk PPK kabupaten/kota lain pun akan diperiksa bertahap secara maraton beberapa hari ke depan. “Karena cukup banyak, rincinya, Samarinda ada 10 PPK, Balikpapan 6 PPK, Bontang 3 PPK, Kutim 6 PPK, Kukar 12 PPK, Kubar 2 PPK, Berau 5 PPK, Paser 3 PPK, dan PPU 2 PPK,” imbuhnya.
Dalam laporan yang dilayangkan Tri Sukma Putra itu, diurai bahwa laporan ini sempat diajukan ke Bawaslu Kaltim pada 5 Maret lalu. Namun, tak teregister dan hanya mendapat pemberitahuan jika laporan tersebut ditolak dengan alasan rekapitulasi tingkat kabupaten/kota sudah rampung dan tengah memasuki rekapitulasi tingkat provinsi. Selain itu, laporan yang menyoal perselisihan atas proses rekapitulasi tersebut bukan ranah Bawaslu Kaltim dan perlu dilakukan proses pembuktian di Mahkamah Konstitusi.
Ihwal ini, Komisioner Bawaslu Kaltim Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Danny Bunga menyebutkan alasan awal tak diregister laporan tersebut. Lantaran ketika laporan ini diajukan, tak memenuhi syarat formil dan materiil aduan yang bisa ditangani Bawaslu Kaltim. “Masih proses rekap di provinsi, sehingga masih ada ruang dalam menyelesaikan keberatan administrasi itu di sana,” katanya. Sengketa ini pun akhirnya diproses selepas rekapitulasi tingkat nasional sudah rampung dan barulah diajukan pelapor ke Bawaslu RI. “Bawaslu RI memberikan kami mandat untuk menangani sengketa pelanggaran administrasi ini,” jelasnya.
Komisioner KPU Kaltim Ramaon Dearnov Saragih dalam tanggapannya yang disampaikannya ke persidangan pada 17 Maret lalu menerangkan, pelaksanaan tahapan pemilu yang dijalankan KPU dari tingkat bawah hingga rekapitulasi tingkat provinsi sudah sesuai aturan. Merujuk PKPU 5/2024 tentang Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara, data hasil pencocokan perhitungan suara yang ditempuh PPK berpedoman pada yang tercantum C-Hasil. Jika ada perbedaan data jumlah suara yang tak bisa diselesaikan maka harus ditempuh perhitungan suara ulang yang menjadi catatan kejadian khusus.
“Jika ada keberatan selisih rekap di kecamatan dari saksi atau pengawas kecamatan dapat diterima, PPK bisa membetulkan hasil rekap tersebut. Sehingga tak ada lagi keberatan teknis yang berpeluang membuka kotak suara dan perhitungan ulang terjadi di rekap kabupaten/kota atau provinsi,” jelasnya. Wakil Ketua DPW PAN Kaltim Baharuddin Demmu memberikan tanggapan. Pihaknya menanggap apa yang disoal Demokrat terkesan tendensius. Materi pelapor menunjukkan adanya ketidakcermatan saksi Demokrat dalam mengawasi setiap proses rekapitulasi. Khususnya di tingkat kecamatan.
Bahkan menurutnya, bukti yang disajikan pun lemah pertanggungjawabnnya. “Kami menilai pelapor harusnya juga mencermati dan membandingkan dua formulir hasil tersebut dengan C-Hasil Plano DPR, sehingga bisa menelusuri alur dan sinkronisasi data yang ada. Karena koreksi yang paling tepat hingga pembuktian membuka kotak suara ada di tingkat kecamatan,” bebernya. Di sisi lain, Wakil Ketua DPD Demokrat Kaltim Bambang Supriadi menyebut, apa yang disoal pelapor dalam sengketa ini, tidak mengarah pada perselisihan hasil pemungutan suara (PHPU).
“Tapi memang soal adanya pelanggaran administrasi yang berujung pada penggelembungan atau pengurangan suara salah satu peserta pemilu,” katanya. Dugaan pelanggaran administrasi ini baru ditemukan pada 2 Maret lalu yang bertepatan dengan rampungnya rekapitulasi tingkat kecamatan, sehingga tak bisa menyertakan catatan kejadian khusus dalam rekapitulasi tersebut. (riz/k16)