Kuasa hukum dari Banjarbaru Hanyar (Haram Manyarah), Denny Indrayana ikut angkat bicara mengenai laporan dugaan pelanggaran terhadap LPRI. Menurutnya, tudingan ketidaknetralan LPRI sebagai lembaga pemantau pemilu pada PSU Pilkada Banjarbaru adalah upaya sistematis untuk menjegal permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) ke MK.
Dugaan pelanggaran terhadap tidak netralnya LPRI tersebut diadukan Said Subari yang dalam laporannya mengatasnamakan sebagai tokoh masyarakat. “Dia (Said Subari, red) sebetulnya juga Ketua DPC Partai Demokrat Banjarbaru, yang dalam PSU ini menjadi salah satu partai koalisi pendukung Pasangan Erna Lisa Halaby–Wartono,” ungkapnya dalam keterangan yang diterima Radar Banjarmasin.
Laporan dari Said Subari ditindaklanjuti oleh Bawaslu Kota Banjarbaru dengan memanggil para pihak terkait. Yakni pelapor, terlapor, bahkan KPU Provinsi Kalsel selaku penyelenggara PSU Pilkada Banjarbaru. Proses tersebut berlangsung hingga akhirnya Bawaslu Kota Banjarbaru melimpahkan kasus dugaan tidak netralnya LPRI ke Polres Banjarbaru. Dengan alasan ditemukan unsur tindak pidana.
“(Temuan unsur pidana, red) ini belum bisa kami pastikan, karena hingga saat ini kami belum mendapat keterangan langsung dari Ketua Bawaslu Kota Banjarbaru Nor Ikhsan, walau sudah beberapa kali dicoba lewat sambungan telepon,” katanya.
Meski demikian, Denny Indrayana menilai bahwa laporan yang disampaikan Said Subari tersebut merupakan upaya sistematis untuk menghalangi gugatan LPRI ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kasus ini, tegas Denny, akan menjadi dalil pihaknya nanti di sidang gugatan MK nanti. “Termasuk soal intimidasi kepada pemantau, pemohon, dan saksi. Sudah menjadi bagian dalil kami di MK,” pungkas Denny.
Seperti diketahui, sehari setelah penetapan hasil penghitungan perolehan suara Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 Banjarbaru oleh KPU Kalsel, muncul dua pengajuan gugatan mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) di laman resmi Mahkamah Konstitusi. Masing-masing nama pemohon pengajuan gugatan tertulis berbeda. Udiansyah selaku pemilih di Banjarbaru, yang masuk pada tanggal 23 April 2015 pukul 16.19 WIB.
Satunya lagi di tanggal itu juga dari Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia Kalimantan Selatan (LPRI Kalsel) selaku Lembaga Pemantau, dimasukkan pada pukul 16.10 WIB. Kedua pengaduan ini didampingi Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru. Tim Hukum Hanyar menyebutkan bahwa kedua pemohon tersebut mengajukan permohonan pembatalan atas Keputusan KPU Kalsel Nomor 69 Tahun 2025 tanggal 21 April 2025 yang menetapkan hasil PSU Pilkada Banjarbaru Tahun 2024. Denny Indrayana dari
Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru menyampaikan PSU yang diselenggarakan untuk memperbaiki pelanggaran justru kembali diwarnai praktik politik uang yang diduga dilakukan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) untuk memenangkan Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1, Lisa Halaby-Wartono, melawan kolom kosong.
Dalam permohonannya, Tim Hukum Hanyar meminta MK untuk mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 dari pencalonan Pilkada Banjarbaru. Selain itu, juga memohon agar MK menetapkan kolom kosong sebagai pihak yang memperoleh suara terbanyak.
“Sebagai tindak lanjut, Tim Hukum Hanyar meminta KPU untuk menyelenggarakan Pilkada ulang pada bulan Agustus 2025,” sebut Denny. (*)