politik

Polemik di PSU Banjarbaru, Dianggap Kriminalisasi LPRI, Bawaslu Diadukan ke DKPP,

Rabu, 7 Mei 2025 | 09:15 WIB
RESMI MENGADU: Proses pelaporan Bawaslu Banjarbaru oleh Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru DKPP RI pada Senin (5/5/2025) (Foto: TIM HUKUM HANYAR)

 

Tim Banjarbaru Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru resmi melaporkan Bawaslu Banjarbaru ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. Bawaslu Banjarbaru dilaporkan dengan dugaan mengkriminalisasi pengurus Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI).

Laporan itu disampaikan teregistrasi dengan nomor aduan 148/02-5/SET-02/V/2025 pada Senin, 5 Mei 2025 pukul 16.30 WIB.

Dalam keterangan persnya, Tim Hukum Banjarbaru Hanyar, Denny Indrayana menyebut bahwa laporan ini adalah upaya membuktikan bahwa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kota Banjarbaru yang diselenggarakan pada 19 April 2025, telah dicemari oleh tindakan Bawaslu Banjarbaru yang sangat amat menyimpang dari Kode Etik Penyelenggara Pemilu. “Karena diduga telah menyimpang dari kode etik dengan sebagai penyelenggara pemilu di PSU Pilkada Banjarbaru,” tulisnya dalam keterangan pers yang diterima Radar Banjarmasin, Selasa (6/5/2025).

Menurut Tim Hukum Hanyar, Bawaslu Banjarbaru diduga kuat mengkriminalisasi pengurus Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI). Sebab, jelas Denny Indrayana, Bawaslu Banjarbaru yang seyogyanya memegang teguh prinsip integritas, kemandirian, kepastian hukum, adil, profesional dan kepentingan umum dalam PSU Pemilukada Banjarbaru, justru telah melanggar dengan perilaku yang diduga kuat bertentangan dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. “Termasuk di dalamnya menangani dugaan pelanggaran,” tukasnya.

Secara garis besar, Tim Hanyar merincikan terdapat 3 tiga poin aduan yang diajukan oleh Para Pelapor terhadap Ketua dan Anggota Bawaslu Banjarbaru. Pertama, pihaknya menilai Bawaslu Banjarbaru diduga kuat telah mengkriminalisasi pengurus LPRI. Dugaan kriminalisasi ini bermula dari adanya surat panggilan kepada Pengurus LPRI atas nama Syarifah Hayana, yang dilayangkan oleh Bawaslu Banjarbaru untuk memberikan klarifikasi, terkait Laporan Dugaan Pelanggaran dengan nomor 002/2025. “Anehnya, dalam surat panggilan tidak memuat gambaran dan/atau substansi laporan yang dimaksud. Akibatnya, Syarifah Hayana bingung klarifikasi apa yang perlu dijelaskan kepada Bawaslu,” jelas Denny.

Kemudian, lanjut Denny Indrayana, mengenai kondisi psikis Syarifah Hayana yang merasa tertekan saat proses klarifikasi berlangsung, akibat kehadiran aparat kepolisian dari personel Polda Kalsel, Polres Banjarbaru, dan Bawaslu Kalsel yang sebenarnya tidak memiliki kepentingan dan kewenangan apapun dalam proses klarifikasi.

Kedua, pihaknya menilai bahwa Bawaslu Banjarbaru ditengarai tidak netral, bahkan membela kepentingan pribadi pelapor, yakni Said Subari.

Untuk diketahui, Said Subari merupakan Ketua Partai demokrat Banjarbaru yang mengusung Pasangan Calon Nomor Urut 01, Erna Lisa Halaby–Wartono (Paslon Nomor 1).

Ketidaknetralan yang menurut Tim Hanyar sangat jelas adalah dalam bentuk mempersilakan Said Subari mendampingi Bawaslu Banjarbaru mengantarkan berkas Laporan 002/2025 ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Banjarbaru. “Hal semacam ini, tidak hanya satu atau dua yang ditemukan di pemberitaan. Melainkan ada beberapa yang menyebutkan hal serupa,” ujarnya. “Dan poin ini juga kami jadikan bukti dalam laporan ke DKPP,” tambahnya.

Terakhir, alasan Tim Hanyar mengadu DKPP RI adalah karena kuatnya dugaan Bawaslu Banjarbaru untuk Mencekal Permohonan Sengketa Hasil PSU oleh LPRI di Mahkamah Konstitusi. “Dari serangkaian tindakan yang dilakukan itu, terlihat kuatnya dugaan bahwa maksud sebenarnya penanganan laporan Said Subari adalah ingin mencekal gugatan LPRI di Mahkamah Konstitusi,” tukas Denny Indrayana.

Sebab, pihaknya melihat bahwa upaya tersebut bukan hanya dalam bentuk pelimpahan Laporan 002/2025 ke Polres Banjarbaru, yang dikategorikan sebagai laporan dugaan pelanggaran pidana. Tetapi juga melimpahkan laporan 002/2025 ke KPU Kalsel yang dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran administrasi.

Dengan diteruskannya laporan kepada KPU Kalsel, maka terdapat potensi sanksi administrasi berupa pencabutan Akreditasi Pemantau yang dipegang oleh LPRI. “Apabila skenario ini dibiarkan dan pencabutan akreditasi pemantau benar-benar dicabut, maka secara mutatis mutandis akan melemahkan legal standing LPRI di Mahkamah Konstitusi,” beber Tim Hanyar.

Karena itulah, Tim Hukum Hanyar sangat berharap kepada Majelis DKPP agar tidak hanya melihat PSU Pemilukada Banjarbaru dari sudut pandang legalistik yang kaku saja. “Namun lebih jauh dan lebih luas, sehingga dapat menjangkau konteks prinsip penyelenggaraan Pemilu Luber dan Jurdil,” pungkasnya.(*)

Terkini

Bupati Kukar Aulia Rahman Gabung Partai Gerindra

Senin, 24 November 2025 | 09:59 WIB