SAMARINDA - Anggota DPD RI asal Kalimantan Timur, Andi Sofyan Hasdam, menyoroti sejumlah isu strategis nasional dan daerah dalam pertemuan dengan awak media. Mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemilu, wacana pemilihan kepala daerah kembali lewat DPRD, hingga revisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan pembukaan moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB).
Salah satu sorotan utama adalah putusan MK yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah agar tidak lagi digelar serentak. Menurut Hasdam, keputusan ini merespons kejadian pada pemilu sebelumnya yang menyebabkan kelelahan hingga jatuhnya korban jiwa di kalangan penyelenggara.
Meski begitu, ia menilai ada potensi pelanggaran konstitusi, khususnya Pasal 18 UUD 1945, akibat penundaan pemilu daerah selama 2,5 tahun. Hal ini dinilainya harus menjadi perhatian DPR RI sebagai pihak yang memiliki kewenangan legislasi untuk mengatur ulang jadwal pemilu melalui undang-undang.
Baca Juga: Pemprov Kaltim Siap Salurkan 65.004 Paket Seragam Gratis bagi Siswa Baru SMA/SMK/SLB
Terkait Pilkada, Hasdam mengungkapkan adanya wacana agar kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD. Secara pribadi, ia menyatakan lebih mendukung pemilihan langsung karena dianggap paling demokratis, meskipun tidak menutup mata terhadap maraknya praktik politik uang.
"Pemilihan langsung bisa tetap diberlakukan, tapi dibatasi untuk daerah yang dianggap sudah matang secara demokrasi. Bisa juga diterapkan sistem campuran, tergantung tingkat kesiapan otonomi daerah masing-masing," ujar Hasdam.
Ia juga menyoroti revisi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Menurutnya, kewenangan daerah justru mengalami kemunduran akibat penarikan sebagian besar urusan ke pemerintah pusat.
“Dulu tambang dikelola provinsi, sekarang semua kewenangan ditarik ke pusat. Ini harus dikoreksi agar tidak memperlebar kesenjangan pembangunan antardaerah,” tegasnya.
Mengenai DOB, Hasdam menjelaskan bahwa saat ini terdapat 341 usulan pemekaran daerah di Kementerian Dalam Negeri dan 188 di DPD RI. Dari Kalimantan Timur sendiri, terdapat 8 hingga 9 calon DOB, seperti Kutai Utara, Kutai Tengah, Berau Pesisir Selatan, Paser Selatan, hingga Sangkulirang.
Namun ia mengingatkan, proses pemekaran sangat ketat dan membutuhkan persyaratan administratif yang lengkap. Mulai dari persetujuan kepala daerah dan DPRD, kesiapan infrastruktur, jumlah kecamatan (minimal lima untuk kabupaten), potensi ekonomi, hingga kemampuan anggaran.
“Kita bukan memihak, tapi mengikuti undang-undang. Daerah yang tidak mendapatkan tanda tangan dari bupati atau DPRD tidak akan pernah bisa menjadi DOB, meskipun semua tokoh masyarakat mendukung,” tandasnya.
Hasdam juga menekankan pentingnya pemekaran wilayah untuk memperluas layanan publik, terutama di tengah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Ia menilai Kaltim sebagai daerah strategis penyangga IKN perlu diprioritaskan dalam pembukaan DOB.
Sebagai Ketua Komite I DPD RI, ia menyatakan komitmennya untuk terus mengawal aspirasi masyarakat Kaltim, khususnya dalam isu DOB dan penguatan otonomi daerah. Ia juga menyebut bahwa pengelolaan konflik agraria dan batas wilayah, seperti di Marangkayu serta perbatasan Bontang dan Kutim, turut menjadi perhatian lembaganya. (mrf/beb)