PROKAL.CO, SAMARINDA – Kebakaran kembali melanda pusat perbelanjaan modern di Samarinda, BIG Mall, Kamis (17/7/2025).
Asap terlihat membumbung tinggi dari pusat perbelanjaan di Jalan Untung Suropati itu, sekitar pukul 06.00 Wita.
Lokasi titik api disebut berada tak jauh dari area yang terbakar sebelumnya, pada 3 Juni 2025.
Dugaan awal kebakaran pertama saat itu adalah korsleting listrik. Sementara penyebab musibah yang kedua belum diketahui.
Dosen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Mulawarman (Unmul), Dr Ida Ayu Indira Dwika Lestari, menyebut kejadian berulang ini sebagai tanda bahaya serius atas lemahnya tata kelola keselamatan bangunan publik di kota.
“Kebakaran bukan kejadian acak, apalagi jika terjadi berulang di tempat yang sama. Ini menunjukkan adanya kegagalan sistemik,” kata Ida Ayu menanggapi kejadian itu kepada Kaltim Post, grup Prokal.co, Kamis (17/7/2025).
Ia mengkritik lemahnya implementasi regulasi keselamatan kebakaran di lapangan.
Padahal, Indonesia sudah memiliki aturan yang memadai, seperti Permen PUPR No. 26/PRT/M/2008 dan Permenakertrans No. PER.04/MEN/1980.
“Tapi regulasi tidak akan banyak berarti jika hanya jadi formalitas tanpa pengawasan dan penegakan nyata,” ujarnya.
Baca Juga: BIG Mall di Samarinda Kembali Terbakar Kedua Kalinya, Api Cepat Dipadamkan Relawan dan Petugas
Menurutnya, sistem alarm yang tidak berfungsi, minimnya jalur evakuasi, serta kurangnya simulasi dan pelatihan kebencanaan bagi petugas maupun pengunjung, bisa memperparah risiko dalam kondisi darurat.
Terlebih, gedung publik seperti BIG Mall menampung ribuan pengunjung setiap hari.
“Peristiwa ini adalah cermin dari failure of risk governance, kegagalan dalam mengelola risiko secara menyeluruh, dari aspek teknis, manajerial, hingga kultural,” katanya.
“Sudahkah audit keselamatan bangunan dilakukan secara periodik? Sudahkah SOP evakuasi diperbarui dan disosialisasikan ke seluruh tenant dan pengunjung? Apakah ada sanksi tegas jika pengelola abai? Ini bukan hanya soal teknis, tapi juga soal komitmen moral dan politik keselamatan publik,” lanjutnya.
Ida Ayu mengusulkan langkah-langkah konkret yang harus segera dilakukan, antara lain audit keselamatan gedung secara independen, pelatihan ulang petugas keamanan dan teknisi bangunan, serta simulasi evakuasi massal yang dilaporkan secara terbuka kepada publik.
Area-area yang tidak memenuhi standar keselamatan disarankan untuk ditutup sementara hingga diperbaiki.
Di sisi kebijakan, ia mendorong pembentukan Forum Kota Aman dari Kebakaran yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Ia juga menekankan pentingnya digitalisasi sistem pemantauan keselamatan, termasuk audit berkala dan pelaporan publik mengenai status bangunan.
“Kita tidak bisa terus-menerus memadamkan api tanpa memadamkan akar persoalannya. Keselamatan publik bukan soal siapa yang salah, tapi soal siapa yang mau berbenah,” ujarnya. (*)
Nasya Rahaya