SAMARINDA - Aktivitas pungutan liar (pungli) di alur Sungai Mahakam berkedok jasa tambat kapal ternyata bukan isapan jempol. Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Samarinda mengakui telah mendengar adanya praktik tersebut, meski menegaskan hal itu berada di luar kewenangannya.
Kabid Keselamatan Berlayar, Penjagaan, dan Patroli (KBPP) KSOP Kelas I Samarinda, Capt. Yudi, menyebutkan bahwa indikasi pungli yang mencuat dalam insiden tongkang menyenggol rumah warga di Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Loa Janan Ilir, tidak berada dalam tanggung jawab pihaknya. “Jadi kami tidak mengetahui hal itu (pungli),” tegasnya.
Capt. Yudi menjelaskan, wilayah tambat kapal di bawah pengawasan KSOP telah dibagi ke dalam tiga zona. “Mulai dari Jembatan Mahakam ke Jembatan Mahulu, lalu dari Jembatan Mahulu ke arah Tenggarong. Kalau tongkang yang kemarin itu bukan tambat, tapi berlabuh di alur yang sudah kami tentukan,” jelasnya.
Pernah Ditegur Aparat
Sementara itu, Capt. Sahrun, Kepala Seksi Penjagaan, Patroli, dan Penyidikan KSOP Kelas I Samarinda, membenarkan bahwa tongkang BG Tanjung Medan 9 yang menyenggol dua rumah warga itu berputar karena terbawa arus sungai, bukan karena tali tambatan putus. “Jadi bukan putus tali,” tegasnya.
Menurut Capt. Sahrun, praktik pungli di sepanjang Sungai Mahakam memang bukan bagian dari kewenangan KSOP. Namun, pihaknya mengetahui bahwa aktivitas tersebut pernah mendapat perhatian aparat kepolisian.
“Pernah juga memang saya dengar itu (pungli) dari pihak polisi, lalu ditertibkan. Tapi katanya itu penghasilannya mereka (pelaku pungli). Kami tidak tahu pasti, tapi yang jelas sudah pernah ditertibkan, bahkan sempat ribut dengan Pelindo,” ungkapnya.
Capt. Sahrun menjelaskan, aktivitas tambat yang dimaksud biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki lahan di tepi sungai dan menyewakannya kepada kapal untuk bersandar. “Jadi ada jasa tambatan dengan alasan mereka cari makan. Makanya dulu pernah ditegur oleh pihak Polairud dan Pelindo sampai sempat ribut,” pungkasnya.(*)