SAMARINDA – Penunjukan Adhigustiawarman sebagai Direktur Operasional PT Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera, anak perusahaan Perusda Kaltim, memicu polemik mengenai independensi perusahaan daerah. Adhigustiawarman diketahui merupakan mantan calon legislatif (caleg) Partai Gerindra pada Pemilu 2024 di Kutai Kartanegara, dan latar belakang politiknya dianggap berpotensi merusak profesionalisme BUMD.
Menanggapi sorotan ini, Ketua DPD Partai Gerindra Kaltim sekaligus Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, memastikan bahwa Adhigustiawarman sudah tidak lagi menjadi kader partai.
“Dia sudah mengundurkan diri setelah gagal dalam pencalegan. Bahkan sejak lima tahun lalu sudah aktif di dunia pertambangan batu bara,” ujar Seno Aji, Minggu (9/11/2025).
Aturan Perusda Dinilai Multitafsir
Penunjukan Adhi kembali menyeret perhatian pada persyaratan seleksi direksi Perusda Kaltim yang ditetapkan Pemprov. Salah satu poin, yakni pelamar “tidak sedang menjadi pengurus partai politik” yang dibuktikan dengan surat pernyataan pribadi, dinilai multitafsir oleh pengamat.
Pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul), Saiful Bachtiar, mengkritik ketentuan tersebut karena dianggap kabur dan rawan manipulasi.
“Poin nomor enam itu rancu dan bisa ditafsirkan ganda. Harus dipastikan apakah yang mendaftar memang bukan pengurus partai. Kalau masih menjabat pengurus, tentu tidak memenuhi syarat,” jelas Saiful Bachtiar.
Surat Mundur Bisa Dipakai Celah
Menurut Saiful, tanpa adanya regulasi daerah yang tegas, celah bisa dimanfaatkan. Seseorang dapat saja secara administratif membuat surat pengunduran diri dari partai sesaat sebelum proses pendaftaran. Praktik ini, meskipun sah secara prosedural, dinilai melanggar semangat profesionalisme Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Kalau ingin Perusda profesional, rekrutmen harus berbasis kompetensi, bukan kedekatan politik. Kasus seperti ini berulang dan sering kali melibatkan orang yang punya hubungan dengan kepala daerah,” tegasnya.
Saiful menambahkan, syarat yang hanya melarang “pengurus partai” masih menyisakan ruang bagi figur berlatar politik untuk mengisi posisi strategis di jajaran direksi. Ia menekankan bahwa posisi BUMD mestinya steril dari kepentingan politik.
“Secara hukum memang tidak salah, tapi secara etika pemerintahan, ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Kalau jabatan diisi berdasarkan afiliasi politik, publik akan menilai ini bentuk bagi-bagi posisi,” pungkas Saiful, mempertaruhkan profesionalisme Perusda Kaltim di mata publik.