• Minggu, 21 Desember 2025

Janji Gratispol Dinilai Gagal di Lapangan, Pengamat Sebut Tak Realistis Hingga Berpotensi Jadi Korupsi

Photo Author
- Kamis, 13 November 2025 | 09:22 WIB
Gedung SMA 10.
Gedung SMA 10.

SAMARINDA – Program pendidikan gratis atau "Gratispol" yang dijanjikan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud–Seno Aji, kembali menuai kritik keras. Puluhan orang tua siswa SMAN 10 Samarinda mendatangi DPRD Kaltim pada Senin (10/11/2025) untuk menuntut kejelasan pungutan sekolah sebesar Rp2,6 juta per siswa.

Para orang tua siswa kelas X Kampus Melati, Samarinda Seberang, ini mengaku kecewa karena sejak awal mereka dijanjikan biaya pendidikan akan ditanggung penuh. Namun, faktanya mereka justru dibebani biaya tambahan tanpa adanya dasar yang jelas.

Baca Juga: Katanya Gratispol, Tapi SMAN 10 Samarinda Diduga Tarik Pungutan Rp2,6 Juta Perbulan, Orang Tua Kecewa Berat

Janji Politik Tidak Realistis

Herdiansyah Hamzah, Pengamat Hukum Tata Negara dan Politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) yang akrab disapa Castro, menilai kasus di SMAN 10 hanyalah contoh nyata dari janji politik yang tidak disertai perencanaan matang. “Politisi memang begitu, menjanjikan hal yang tidak bisa mereka lakukan... Program ini tidak pernah dihitung secara rasional,” ujarnya menyindir.

Castro menilai, konsep program Gratispol sudah bermasalah sejak muncul di masa kampanye dan lebih didorong oleh syahwat politik daripada kepentingan masyarakat. Ia menegaskan, jika pungutan dilakukan tanpa dasar hukum yang kuat, maka praktik tersebut dapat dikategorikan sebagai Pungutan Liar (Pungli).

“Kalau tidak ada aturannya, itu sudah pelanggaran. Tapi di sisi lain, yang perlu dievaluasi adalah program Gratispol itu sendiri. Jangan hanya menuding sekolah, tapi lihat akar kebijakan yang keliru,” tegasnya.

Senada dengan Castro, Ketua Pokja30 Samarinda, Buyung Marajo, menilai kasus pungutan ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap implementasi janji pendidikan gratis di Kaltim. “Kalau tidak ada payung hukum yang jelas, pungutan ini bisa dikategorikan pungli. Semua warga negara yang dijanjikan pendidikan gratis harus mendapat haknya tanpa dibebani biaya tambahan,” ujarnya.

Buyung juga mengkritik keras, apalagi jika siswa masih dibebani biaya operasional seperti air dan listrik asrama. Ia menekankan bahwa praktik ini berpotensi menjadi korupsi sistematis karena strukturnya terorganisasi tanpa dasar hukum yang sah.

“Ini bisa jadi korupsi berjamaah. Disdikbud Kaltim jangan tutup mata. Inspektorat dan BPK harus turun mengaudit. Pendidikan itu mempermudah, bukan mempersulit,” pungkas Buyung, menuntut transparansi total dalam laporan keuangan sekolah.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: sapos.co.id

Rekomendasi

Terkini

X