• Senin, 22 Desember 2025

Kejati Kaltim Soroti Tata Kelola Tambang Batu Bara: “Kekayaan Alam Jangan Dinikmati Segelintir Pihak”

Photo Author
- Jumat, 5 Desember 2025 | 09:13 WIB
Diskusi Panel dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025 dengan tema “Tata Kelola dan Penegakan Hukum di Sektor Pertambangan Batubara”.
Diskusi Panel dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025 dengan tema “Tata Kelola dan Penegakan Hukum di Sektor Pertambangan Batubara”.

PROKAL.CO, SAMARINDA – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) menggelar Diskusi Panel dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025 dengan tema “Tata Kelola dan Penegakan Hukum di Sektor Pertambangan Batubara”. Acara berlangsung di Kantor Kejati Kaltim, Kamis (4/12/2025), bekerja sama dengan Yayasan Prakarsa Borneo.

Kajati Kaltim Assoc. Prof. Dr. Supardi SH MH hadir sebagai keynote speaker. Panel diskusi juga menghadirkan sejumlah narasumber, yakni Dr. Andri Budhiman Firmanto dari Direktorat Penyelesaian Sengketa dan Sanksi Administrasi Kementerian ESDM, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Prof. Dr. Muhammad Muhdar SH MHum, Deputi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Meliang Lumbantoruan, dan Dinamisator JATAM Kaltim 2025–2028 Masturi Sihombing. Diskusi dipandu oleh Direktur Yayasan Prakarsa Borneo sekaligus dosen Universitas Balikpapan, Dr. Nasir.

Dalam sambutannya, Supardi menegaskan bahwa Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, terutama di sektor batu bara. Namun, menurutnya, realita di lapangan justru menunjukkan kekayaan tersebut tidak berdampak optimal pada kesejahteraan masyarakat.

“Kekayaan alam ini hanya dinikmati segelintir pihak saja. Negara tidak pernah melarang seseorang untuk berusaha, tetapi tata cara berusaha harus mengikuti aturan yang ditetapkan negara,” tegas Supardi.

Ia menjelaskan bahwa rezim penegakan hukum tindak pidana korupsi saat ini tidak hanya berorientasi pada pemidanaan dan pengembalian kerugian negara, tetapi juga harus memberikan efek perbaikan tata kelola.

Supardi menyoroti bahwa tindak pidana di sektor pertambangan merupakan persoalan serius karena berdampak pada kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan, dan hilangnya pendapatan negara. Ia menilai instrumen hukum administratif seperti UU Minerba belum mampu menjangkau keterlibatan oknum pejabat atau pegawai negeri.

“Pendekatan administratif penal law belum memberikan efek jera. Dalam kondisi tertentu diperlukan penegakan melalui UU Tipikor untuk memulihkan kekayaan negara,” jelasnya.

Menurut Supardi, carut-marut tata kelola pertambangan batu bara masih dipicu oleh sejumlah faktor, regulasi yang tidak tegas, perilaku koruptif, sumber daya manusia yang tidak kompeten dan pelaku usaha yang tidak patuh aturan

Supardi menekankan pentingnya kolaborasi seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan sektor pertambangan yang bersih dari korupsi.

“Tidak boleh ada lagi tindak pidana korupsi yang mengakibatkan rakyat terus-menerus sengsara,” tegasnya.

Ia juga menginstruksikan kepada seluruh jajaran Adhyaksa di Kaltim untuk melakukan pengawasan aktif terhadap aktivitas usaha pemanfaatan sumber daya alam.

"Pendapatan asli daerah harus diperoleh optimal tanpa praktik korupsi,” tegas Supardi lagi.

Supardi juga mengingatkan seluruh instansi terkait agar turut mengawasi pelaksanaan kewajiban sosial dan lingkungan oleh perusahaan tambang.

“Eksploitasi kekayaan alam Kalimantan Timur harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Tanggung jawab sosial dan lingkungan harus dijalankan sesuai amanat undang-undang,” pungkasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X