• Senin, 22 Desember 2025

Hidup sebelum Ada IKN, Otorita Ultimatum Pemukim Bongkar Bangunan

Photo Author
- Rabu, 13 Maret 2024 | 20:00 WIB
Pembangunan di IKN.(pojoksatu.id)
Pembangunan di IKN.(pojoksatu.id)

 

Masyarakat lokal acapkali dianggap sebagai kelompok rentan dari masuknya investasi. Potret itu kini tergambar di wilayah IKN. Ratusan jiwa diminta angkat kaki atas nama pembangunan IKN.

BALIKPAPAN-Beberapa hari terakhir, warga Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), diresahkan dengan surat dari Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN). Isi surat tersebut, meminta warga yang bermukim di RT 05, Kelurahan Pemaluan, agar segera membongkar bangunan miliknya. Alasannya, hunian mereka dianggap liar Otorita IKN karena tidak sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW) IKN.

Dari informasi yang dihimpun Kaltim Post, RT 05 dihuni sekitar 200 jiwa. Mereka telah bermukim di kawasan itu jauh sebelum pemerintah menetapkan ibu kota negara baru dipindah dan dibangun di Kecamatan Sepaku, pada Agustus 2019. Surat Otorita IKN yang diserahkan pada 4 Maret 2024 itu, menerangkan hasil identifikasi yang dilakukan Tim Gabungan Penertiban Bangunan Tidak Berizin pada Oktober 2023.

Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur Tolak Perampasan Tanah dan Pembongkaran Paksa Rumah Warga Demi Obsesi Ibukota Negara!

Isinya, menyatakan bahwa bangunan milik warga RT 05, Kelurahan Pemaluan, tidak sesuai dengan tata ruang yang diatur pada rencana detail tata ruang (RDTR) wilayah perencanaan (WP) IKN. Menurut Otorita IKN, ada beberapa regulasi yang diduga dilanggar bangunan milik warga. Pertama, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).

Kedua, Peraturan Kepala (Perka) Otorita IKN Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan (RDTR WP) IKN Barat. Ketiga, Perka Otorita IKN Nomor 1 Tahun 2023 tentang RDTR WP Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN. Keempat, Perka Otorita IKN Nomor 3 Tahun 2023 tentang RDTR IKN Timur 1. Kelima, Perka Otorita IKN Nomor 5 Tahun 2023 tentang RDTR WP IKN Selatan.

 Berbekal aturan itu, warga diberi waktu tujuh hari sejak surat dilayangkan untuk merobohkan bangunannya. Pasalnya, Kelurahan Pemaluan, Desa Bumi Harapan, dan Desa Bukit Raya telah ditetapkan masuk dalam KIPP IKN. Sebelumnya, pada Desember 2023 lalu, Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi menyampaikan, akan melakukan penertiban bangunan liar dan tak berizin di wilayah IKN paling lambat April dan Mei 2024.

Sebelum itu dilakukan, Otorita IKN meminta pemilik bangunan untuk melakukan pembongkaran sendiri bangunan yang dianggap ilegal. “Kami sudah identifikasi. Datanya sudah lengkap. Ada by name by address-nya. Tapi sudah diberitahu, masyarakat masih saja ada yang nakal. Dan membangun terus di wilayah IKN,” katanya kepada Kaltim Post kala itu. Menurut pria yang sempat menjabat direktur Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara (Waskoban) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini, pihaknya juga berencana melakukan revitalisasi perkotaan di kawasan IKN.

Utamanya di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), meliputi Desa Bumi Harapan, Kelurahan Pemaluan, dan juga Desa Bukit Raya di Kecamatan Sepaku, PPU. “Kami rencananya akan mulai melakukan revitalisasi perkotaan di sekitar Sepaku. Dengan membuka jalan (melebarkan jalan utama saat ini). Targetnya 18 meter, sekaligus membangun jalan dan trotoar. Hal ini juga menjadi upaya kami untuk menertibkan bangunan tak berizin yang ada di pinggir jalan utama,” tegas dia.

Thomas mengungkapkan, tahapan penertiban bangun tanpa izin di IKN sudah dimulai pertengahan tahun ini. Mulai dari sosialisasi melibatkan aparat pemerintah desa dan kelurahan setempat. Kemudian dengan TNI, Polri, dan Satpol PP. “Kami beri waktu membongkar sendiri. Akan kami bongkar sampai April dan Mei. Kami enggak mau lama-lama. Karena sampai hari, kami selalu dibilang pembiaran. Tapi kalau kami tegas, nanti dibilang melanggar HAM. Padahal, semua tahapan sudah dilakukan, tapi mereka nakal. Saya maunya tegas secepatnya,” katanya.

Menurut akademikus hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah, perintah agar warga RT 05, Kelurahan Pemaluan, angkat kaki dari tempat tinggal mereka merupakan adalah bentuk tindakan abusive pemerintah. “Warga tidak boleh seenaknya dipindah dengan alasan itu. Itu menandakan tidak menghargai warga. Warga sendiri diusir, investasi luar dipaksa masuk,” kritik pria yang karib disapa Castro itu kepada Kaltim Post tadi malam.

Lanjut dia, Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara, yang dijadikan dasar pembongkaran paksa bangunan masyarakat lokal dan masyarakat adat, merupakan produk hukum yang dibuat tanpa melibatkan masyarakat sebagai pemilik sah wilayah. “Kacau jalan pikirnya ini,” ucapnya. Castro menyampaikan, setelah surat tersebut viral dan menjadi polemik, ada wacana untuk mengoreksi. Namun, sebut dia, bukan membatalkan.

Berkaca dari cara yang ditempuh pemerintah itu, dia menyebut adalah gambaran upaya paksa penyingkiran masyarakat adat dengan dalih pelanggaran atas tata ruang IKN. “Pemaksaan pembongkaran bangunan, dengan dalih tidak berizin terhadap tanah-tanah masyarakat yang telah dikuasai warga, jauh sebelum rencana pembangunan IKN, merupakan bentuk menghadirkan lagi cara-cara penjajah Belanda menguasai tanah-tanah rakyat bangsa Indonesia melalui politik Domein Verklaring. Yang menyatakan ‘barang siapa yang tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah maka tanah menjadi tanah pemerintah,” kata Castro. (kip/riz2/k15) 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Kaltim Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X