• Senin, 22 Desember 2025

Pembebasan Lahan di IKN Dinilai Nirpartisipasi Publik

Photo Author
- Sabtu, 16 Maret 2024 | 14:00 WIB
Pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN yang di dalamnya terdapat istana presiden, lapangan upacara, kantor kementerian koordinator dan rumah jabatan menteri. (TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE DIAN RAN
Pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN yang di dalamnya terdapat istana presiden, lapangan upacara, kantor kementerian koordinator dan rumah jabatan menteri. (TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE DIAN RAN

 

Deforestasi di wilayah Ibu Kota Negara (IKN), Kalimantan Timur, dalam kurun tiga tahun (2018-2021) mencapai 18 ribu hektare (Ha), terdiri dari 14.010 Ha berada di hutan produksi, 3.140 Ha di Areal Penggunaan Lain (APL), 807 Ha di Tahura, 9 Ha di hutan lindung, dan 15 Ha di area lainnya. Catatan Forest Watch Indonesia (FWI) (2023) menunjukkan luas areal terdeforestasi dari 2022 hingga Juni 2023 mencapai 1.663 Ha.

Baca Juga: Presiden Jokowi Akan Berkantor di IKN setelah Tol-Bandara Selesai

Peluang dilanjutkannya megaproyek IKN Nusantara menguat menyusul hasil rekapitulasi sementara KPU menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran menang pilpres 2024. Sementara itu, usai dilantik menjadi Menteri ATR/Kepala BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bergegas melakukan kunjungan kerja ke IKN. AHY menyebut, proses pembebasan lahan IKN di Kalimantan Timur sudah mencapai 80 persen. Hanya tersisa 11 paket pengadaan tanah yang sementara berproses di IKN.

Akan tetapi masalahnya, penguasaan ruang di IKN dan Klatim sangatlah kompleks. Hasil analisis spasial FWI (2023) menunjukkan, Kaltim merupakan provinsi dengan kondisi izin investasi yang paling sengkarut. Sebanyak 69 persen daratannya dikuasai oleh izin-izin investasi rakus ruang, seperti pertambangna, HPH, HTI, dan perkebunan kelapa sawit. Parahnya, terdapat 3,6 juta Ha wilayah yang izinnya saling tumpang tindih.

Baca Juga: Penyediaan Lahan di IKN Bermasalah, Jokowi Bentuk Desk Pengaduan 

Situasi sengkarut juga terjadi di IKN Nusantara. Sekitar 51 persen lahan di IKN sudah dikuasai oleh berbagai korporasi. Seperti kebun, tambang, dan kehutanan yang juga saling tumpang tindih kepentingan. Oleh karenanya, pembebasan lahan yang menyisakan hanya lebih dari 50 ribu Ha ditengarai cenderung bakal dilakukan secara tertutup dan nirpartisipasi publik.

FWI mengungkapkan fakta mengenai sengkarut kepentingan dalam hal penguasaan ruang di IKN. Di sektor pertambangan, terdapat 83 izin usaha tambang di wilayah IKN dengan luas mencapai 67.986 Ha. Sektor perkebunan kelapa sawit dikuasai oleh 16 izin usaha perkebunan yang mengkapling seluas 55.075 Ha.

Sektor kehutanan dari Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) hutan alam yang ada di wilayah IKN Nusantara mencapai 9.300 hektar yang dikuasai oleh 2 perusahaan besar. Sementara PBPH Hutan Tanaman dengan total luasan sekitar 35.293 Ha, dikuasai oleh dua perusahaan.

Keberadaan izin-izin ini membuktikan bahwa sebagian besar wilayah IKN Nusantara yang akan dibangun menjadi ibu kota baru, dikuasai oleh sektor privat melalui konsesi-konsesi izin usaha tersebut. Proses pembebasan lahan yang tertutup dan tidak partisipatif pun cenderung menguatkan dugaan bahwa pembangunan IKN ini hanya menguntungkan segelintir kelompok dan sektor swasta. Di sisi lain, nelayan dan masyarakat adat harus kehilangan sumber penghidupan mereka karena harus berebut ruang dengan proyek-proyek yang sedang dibangun seperti bendungan, pelabuhan, kantor dan istana, jalan, dan bandara.

"Pemindahan IKN telah menjadi driver deforestasi yang berdampak signifikan terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat rentan seperti kelompok-kelompok masyarakat adat, nelayan, dan petani kecil. Perubahan lingkungan akibat pembangunan infrastruktur telah merusak ekosistem di darat dan laut yang penting bagi mereka. Termasuk kehidupan masyarakat adat Suku Balik di Kalimantan Timur yang kehilangan tanah leluhur akibat proyek pembebasan lahan," ungkap Manager Kampanye, Advokasi, dan Media FWI, Anggi Putra Prayoga dikutip dari laman FWI, Jumat (15/3).

Di sisi lain, lanjut Anggi, para pemilik konsesi dan korporasi besar mendapatkan keuntungan besar dari pembangunan IKN. Konsesi yang telah mengantongi izin-izin usaha di bidang kehutanan, perkebunan, dan pertambangan yang menguasai 51 persen hutan dan lahan di IKN yang paling diuntungkan dari pembangunan IKN. "Pembangunan IKN menjadi proyek elitis yang menguntungkan segelintir kelompok, dengan mengabaikan nasib rakyat kecil juga kelestarian lingkungan," pungkas Anggi.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: jawapos.com

Tags

Rekomendasi

Terkini

X