Prokal.co, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur menyoroti mundurnya Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe dari kursi kepala dan wakil kepala Otorita IKN.
Dinamisator Jatam Kalimantan Timur Mareta Sari mengungkapkan, mundurnya Bambang dan Dhony tidak mengubah apa pun. Sebab konflik lahan dan kerusakan lingkungan tetap terjadi.
”Saat ini proyeknya masih berjalan tapi minggu lalu terjadi demo oleh masyarakat sekitar Desa Pamaluan,” kata perempuan yang akrab disapa dengan Eta itu.
Aksi ini bertujuan untuk menuntut diberikannya sertifikat hak milik untuk masyarakat. Sertifikat ini jadi polemik sejak Penajam Paser Utara dijadikan lokasi IKN. Sebab pemilik tanah di sekitar wilayah IKN jadi masalah.
Dia menceritakan, jika mafia tanah masih ada. Padahal Presiden Joko Widodo sudah menolak adanya spekulan tanah. Nyatanya kini harga tanah tidak bisa dikendalikan. Pada kunjungan Jokowi di IKN beberapa hari lalu, dia menyebut jika harga tanah masih sekitar Rp 400.000 sampai Rp 800.000.
”Kini muncul konflik baru soal kepemilikan tanah. Jadi harga tanah itu berdasar bukti kepemilikan apakah sertifikat atau segel,” tuturnya. Sehingga sejak 2019 atau setelah penetapan IKN, warga mengajukan permohonan status kepemilikan tanah.
Rata-rata bukti kepemilikan warga adalah berdasar segel. Sayangnya Bupati setempat meminta agar ada pembekuan segala proses pengurusan bukti kepemilikan. “Di 2022 lalu Ombudsman sudah menetapkan ini mal administrasi,” katanya.
Masyarakat setempat pun tak patah arang. Usaha untuk memperoleh hak milik terus ditempuh. Sayangnya sertifikat yang keluar berstatus hak pakai.
“Ini yang menjadi proses warga di minggu lalu,” beber Eta. Eta mengungkapkan kawasan IKN banyak dimiliki oleh orang-orang di luar Kalimantan Timur. Dia menyebutnya orang-orang Jakarta dan dekat dengan kekuasaan. (tyo/lum/lyn/jpg)