“Terkait dengan PHK salah satu karyawan itu, dapat kami pastikan bahwa perusahaan telah melaksanakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Parade.
“PHK merupakan hal yang sangat kami hindari, dan sangat kami sesalkan bila hal itu harus terjadi. Perusahaan telah mengeluarkan banyak biaya untuk proses rekrutmen dan pelatihan karyawan. Jadi sangat disesalkan kalau harus terjadi PHK,” sambung Parade.
Meski demikian, ujar dia, terkadang PHK tidak bisa dihindari apabila ada karyawan yang melanggar peraturan disiplin kerja. “Bila perusahaan harus melakukan PHK, perusahaan selalu mengikuti peraturan yang berlaku dan memenuhi semua hak karyawan,” kata Parade.
Sementara terkait dengan tiga karyawan lainnya, Parade menjelaskan bahwa perusahaan telah memanggil karyawan tersebut untuk penyelesaian hubungan kerjanya, namun mereka tidak datang. Dua di antaranya sudah menyampaikan, bahwa mereka sudah bekerja di tempat lain.
“Perusahaan tetap mengundang karyawan-karyawan tersebut untuk bertemu dan menyelesaikan masalah hubungan industrial secara musyawarah dan mufakat,” ujar Parade.
Diwawancarai sebelumnya, Kabid Hubungan Industrial, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Berau, Sony Perianda, menjelaskan, khusus persoalan PT SMJ yang sampai merembet masalah pembayaran THR, bermula dari aduan beberapa pekerja yang mempertanyakan masalah pemotongan upah atau gaji mereka, beberapa bulan lalu.
Saat mempertanyakan soal pemotongan upah tersebut kepada salah satu perwakilan manajemen perusahaan, mereka disarankan untuk langsung mempertanyakannya ke kantor perusahaan yang berada di dalam lokasi pertambangan.
“Tapi bukan satu-dua orang mereka datang, puluhan. Makanya saat mereka bertanya ke office, dikira demo,” ujarnya.
Usai mendatangi kantor perusahaan, puluhan pekerja tersebut langsung mendatangi kantor Disnakertrans Berau di Jalan Murjani II hari itu juga, untuk mengadukan dan menunggu pihak perusahaan untuk mediasi. “Karena mereka mengira pertemuannya hari itu juga,” katanya.
Namun pihaknya belum mendapat pemberitahuan dari perusahaan mengenai mediasi persoalan tersebut, lantas mencoba mengklarifikasi langsung melalui sambungan telepon kepada salah satu perwakilan manajemen perusahaan. “Kebetulan saya yang temui mereka dan saya coba tanya apa persoalannya. Makanya saya coba telepon orang perusahannya. Tanyakan kenapa ada pekerjanya ke sini, ada masalah apa? Saat itu dijawab tidak tahu juga,” jelasnya.
Sony pun lanjut dia, berinisiatif untuk membantu penyelesaian persoalan dengan meminta perwakilan perusahaan tersebut untuk menerima kembali para pekerja yang mengadu untuk bekerja kembali di perusahaan. “Tolonglah mereka kerja lagi, mereka semua ini punya keluarga,” imbuhnya.
Gayung bersambut, pihak perusahaan pun langsung meminta para pekerjanya kembali bekerja hari itu juga. “Waktu itu sudah siang, jadi saya bilang besok mereka langsung kembali bekerja,” ungkapnya.
Tapi nyatanya, persoalan tak juga selesai. Beberapa pekerja yang datang keesokan harinya malah terpecah. Sebagian besar yang datang langsung melapor ke kantor, tapi beberapa pekerja menolak dan memilih langsung ke pos kerja.
“Nanti kalau ke office dibilangin macam-macam lagi. Tapi yang ke office, sekalian minta maaf, buat pernyataan tidak akan mengulang lagi. Bahwa keluhan mereka juga simpel untuk diselesaikan. Jadi kerjalah kembali teman-teman mereka ini. Tapi beberapa yang di pos malah ribut,” terang Sony.
Para pekerja tersebut memang berstatus karyawan kontrak. Namun mereka akhirnya tidak mendapat surat pemberhentian. Hanya satu surat Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) yang diterbitkan perusahaan, untuk satu pekerja yang sempat ribut di pos kerja.