SEPEKAN terakhir, selalu memikirkan teman saya. Padahal, tempat tinggalnya tidak terlalu jauh. Mengapa tidak ke rumahnya saja.
Dua kali saya diundang lewat telepon teman-teman wartawan. Ikut melihat pesta kecil menyambut HUT Proklamasi. Pesertanya keluarga besar para pekerja media. Lokasinya di kompleks Berau Nuansa Beton (BNB) milik Pak Oetomo Lianto (Aliang).
Siangnya, saya tidak hadir. Barulah malam harinya, saya bisa ikut berada di antara mereka yang jumlahnya lumayan banyak. Tak salah kalau saya sebut keluarga besar para jurnalis. Pas pada acara pembagian hadiah, sambil ikut mencicipi ikan dan ayam bakar.
“Pak Yudhi kemana lah,” tanya saya pada salah seorang wartawan. Pak Yudhi itu, Ketua PWI yang juga Pemimpin Redaksi Berau Post. “Iya daeng, Pak Yudhi tadi ke rumah sakit. Menjenguk sekalian membawa Pak Edy Jumantara ke rumah sakit,” kata wartawan lainnya.
Perasaan saya mulai tak nyaman. Sakitnya sahabat saya Edi Jumantara, kali ini pasti serius. Bahwa ia sakit, memang sudah lama. Sakitnya itu, saya sebut badannya tak fresh saja. Ia nampak biasa-biasa saja. Hanya pada tarikan nafasnya yang tidak normal.
Saya teringat beberapa tahun lalu, ketika ia dirawat di Rumah Sakit Abdul Rifai. Tidak lama menginap. Ketika akan meninggalkan rumah sakit, saya mengunjungi. Ia belum mampu berjalan kaki melewati lorong rumah sakit.
Duduk di kursi roda. Saya yang mendorongnya dari belakang. Sepanjang lorong rumah sakit. Kami bercanda saja. Ia tertawa, sambil menyandarkan tangan kirinya ke kursi roda. Beberapa hari setelah itu, ia nampak bugar.
Kami berkumpul lagi. Bercanda lagi. Makan malam bersama lagi. Warung tenda pilihannya, persis di depan Berau Plaza. Pesanan menunya selalu sama. Ayam goreng yang ditumis dengan kecap. Dan berbumbu.
Kalau ingin berdiskusi tentang peta politik. Biasanya janjian jumpa di kafe yang ada di Lapangan Golf Fortune di Jalan Murjani III. Kami bisa berdebat hingga tengah malam. Memperdebatkan bagaimana situasi menjelang pemilihan legislatif.
“Kami sering bercanda. Tua juga kau ya, daeng,” kata Edy ketika suatu saat kami bercanda. Kenapa bilang begitu? Ketika ia masih kecil, mendampingi almarhum ayahnya Pak Mansyah Juma, saya sudah berteman dengan ayahnya. Hingga akrab dengannya. Wajar kalau menyebut usia saya yang setingkat dengan almarhum ayahnya.
Sebagai tokoh muda. Bermula memimpin banyak organisasi di tempat kelahirannya di Teluk Bayur. Begitupun aktif sebagai pengurus Partai Golkar. Mobilitas yang tinggi membantu relasinya dalam berbagai kegiatan usaha.
Akhirnya saya menjenguk setelah mendapat kabar dirawat di ruang ICU. Sejak Covid-19, saya tak pernah mengunjungi rumah sakit. Karenanya sedikit bingung menuju ruang ICU. Tiga kali saya bertanya dengan petugas rumah sakit.
Saudara, anak, serta sang istri berada di ruang tunggu ICU. Tepat di depan pintu masuk. Ketua PWI Yudhi dan Radian Noor staf Humas Pemkab, masih menunggu. Saya pun bertanya bagaimana kondisi kesehatannya.
Saya putuskan untuk masuk ke ruang ICU. Walaupun dokter melarang, saya tetap minta izin agar bisa bertemu Edy Jumantara yang terbaring posisi bagian pundaknya ditopang bantal.