PENAJAM–Persoalan kafe yang beroperasi di Pantai Sipakario, Kelurahan Nipahnipah, Kecamatan Penajam, Penajam Paser Utara (PPU), yang sebelumnya disebut-sebut oleh warga di kelurahan itu menjadi sumber keresahan, menyulut aksi demo sekira pukul 09.00 Wita, Rabu (21/2). Sehari sebelumnya, sesuai kesepakatan antar-warga pada tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Nipahnipah, Kelurahan Nenang, Kelurahan Sei Parit, akan mendatangi kantor Kelurahan Nipahnipah untuk membahas tentang operasional kafe dengan lurah setempat, kemarin. Namun, rencana itu batal.
“Kami tidak jadi mendatangi kantor kelurahan. Kami langsung bergerak dari titik kumpul di RT 03 Nipahnipah ke lokasi kafe di Pantai Sipakario. Kami menuntut penutupan terhadap kafe itu,” kata Taufik, salah satu tokoh warga Nipahnipah usai demo, kepada Kaltim Post, kemarin. Dia menyebut, jumlah warga yang melakukan aksi kemarin sekira 150 orang, dan tidak perlu waktu lama sampai ke lokasi kafe, karena jarak titik kumpul ke kafe sekira 300 meter saja.
Baca Juga: Warga Teluk Pandan Ditangkap setelah Beli Sabu
Warga menuntut penutupan operasional kafe tersebut karena diduga menjual minuman keras (miras), dan menyediakan perempuan penghibur dari luar daerah. Warga, seperti diwartakan kemarin, mengaku trauma karena miras terbukti telah menjadi biang tindakan kriminal di kawasan itu, bahkan sampai terjadi pembunuhan. Mereka khawatir keberadaan kafe tersebut akan merusak moral dan keamanan lingkungan sekitar.
Kafe yang kemarin didemo warga itu sebelumnya telah dirazia oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) PPU sekira pukul 21.00 Wita, Senin (12/2).
Sejauh pemantauan media ini kemarin, demo dihadiri Kepala Satpol PP PPU Margono Hadi Sutanto, ketua RT pada tiga kelurahan, babinsa, bhabinkamtibmas, ketua lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) dan Lurah Nipahnipah Syaryadi itu sempat memanas.
Hal itu bermula dari sikap pemilik kafe berinisial AM yang mengatakan di depan massa demo, bahwa jika ada warga yang keberatan dengan usaha kafenya bisa menggugat secara hukum melalui pengadilan. Sontak, perkataan itu memancing emosi warga yang kemudian tampak merangsek mendekati AM yang saat itu berada di tengah-tengah aksi warga.
“Jangan bicara begitu. Itu namanya menantang warga,” kata Andi Nurhakim, warga Nenang yang turut demo, kemarin. Beberapa warga lainnya tampak menyesalkan ucapan itu. “Enak saja ngomong begitu. Ini lagi mediasi jadi jangan ngomong begitu,” teriak warga lain.
Warga juga menyebut lurah Nipahnipah yang semestinya bertanggung jawab. Saat suasana memanas itu, tampak Taufik maju dengan mengambil alih pengeras suara dan berusaha menenangkan massa yang tampak marah.
“Alhamdulillah, massa kemudian jadi tenang,” kata Taufik.
Setelah berunding alot, akhirnya pemilik kafe, AM, bersedia menandatangani surat pernyataan di atas kertas yang dibubuhi meterai tempel Rp 10 ribu, yang intinya ia akan menutup selama-lamanya kafe miliknya tersebut terhitung sejak Rabu, 21 Februari 2024.
Ia berjanji, apabila melanggar pernyataan yang ditulis tangan dan dibacakan oleh Lurah Syaryadi itu dia langgar, dia bersedia kafenya yang berukuran sekira 4x10 meter persegi bangunan berbentuk huruf U itu dibongkar paksa oleh pemerintah atau masyarakat. Setelah itu, aksi demo diakhiri dengan doa yang disampaikan Ustaz Rifai Remba, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) PPU, dan warga pedemo kemudian membubarkan diri. (far/k8)
ARI ARIEF