Kaltim Post sempat mampir ke sejumlah warung dan toko non-pangkalan yang menjual elpiji subsidi di Balikpapan. Di mana rata-rata pemilik warung menjual gas 3 kilogram seharga Rp 30 – 35 ribu per tabung. Mereka mengaku dapat pasokan dari jasa perorangan. Di mana pasokan selalu tidak tetap. Tergantung pasokan dari sang pengirim.
“Ada yang kirim. Enggak banyak paling satu orang kasih 5 tabung. Kita beli juga. Harganya tergantung. Kalau lagi mudah ya murah. Kalau sulit ya mahal. Antara Rp 20 – 25 ribu rata-rata per tabung,” ungkap Siti, bukan nama sebenarnya, seorang pemilik warung yang juga menjual gas subsidi.
Kaltim Post mendatangi PT Telaga Warih, salah satu agen elpiji di Jalan Telindung, Muara Rapak, Balikpapan Utara. Agen itu juga melayani distribusi elpiji subsidi. Dengan total pengiriman antara 1.100 – 1.600-an tabung ke pangkalan yang bermitra dengan perusahaan di seluruh Balikpapan.
Supervisor PT Telaga Warih Agus menyebut, tidak ada persoalan terkait distribusi elpiji dari Pertamina ke agen hingga kini. Kalaupun ada kendala hanya keterlambatan pengiriman. Itu pun tidak sering terjadi. Bahkan agen dituntut untuk bergerak cepat dalam pendistribusian ke pangkalan.
“Malah kami diminta cepat. Terlambat sedikit saja bisa kena tegur agen dari Pertamina. Makanya di sini (agen) begitu datang pengiriman, transit sebentar bongkar muat ke kendaraan lebih kecil, langsung dikirim ke pangkalan,” ungkapnya.
Agus menyebut, waktu distribusi ke setiap pangkalan bergantung kontrak. Ada yang seminggu sekali. Ada pula yang seminggu dua kali. Disinggung soal alasan mengapa kerap terjadi kelangkaan di tingkat konsumen, dirinya menyebut, kondisinya karena semakin meningkatnya permintaan. Apalagi gas elpiji subsidi penggunaannya tidak terbatas pada kelompok masyarakat miskin. Namun banyak juga dipakai masyarakat mampu.
“Balikpapan ini dekat IKN (Ibu Kota Nusantara). Pertambahan penduduknya semakin meningkat drastis. Sehingga permintaannya juga semakin tinggi,” ujarnya.
Apalagi saat menjelang atau pasca-hari besar khususnya hari besar keagamanaan, permintaan akan melonjak. Karena banyak masyarakat yang meningkatkan pemakaian gas untuk pribadi atau usaha dadakan. Dan lanjut dia, agen selalu mendapat kuota lebih dari Pertamina. Seperti yang terjadi pada Idulfitri lalu dan nanti menjelang Iduladha.
“Setiap hari besar pasti ada kuota lebih. Seperti nanti di Iduladha, kami akan menerima itu sampai tiga truk. Satu truk isi 560 tabung. Terus dipasok sebelum sampai setelah hari raya,” ujarnya.
Adapun masalah kelangkaan dan mahalnya harga elpiji subsidi di masyarakat, Agus menyebut selain tingginya permintaan juga ditengarai adanya permainan oknum pangkalan.
Dia mengakui hal itu karena hingga pertengahan tahun ini saja, perusahaan telah memberikan sanksi pemutusan kontrak kepada dua pangkalan yang nakal. “Iya, tahun ini kami ada sanksi dua pangkalan. Itu berdasarkan laporan konsumen. Itu karena mereka jual di atas HET dan menjual kepada pengecer,” ujarnya.
Kata Agus, meski memberikan sanksi ke pangkalan, namun dalam kasus tertentu pangkalan justru yang menjadi korban. Ini karena ada desakan dan intimidasi dari pengecer. “Lebih ke kuat-kuatan mental sih Mas. Si pemilik pangkalan ini berani enggak dia menolak pengecer,” ujarnya.
Dari Agus, disebutkan jika ada sebuah kelompok masyarakat yang memang berprofesi sebagai pengecer gas elpiji subsidi. Yang kemudian menjualnya kepada warung-warung non-pangkalan. Mereka bahkan tergabung dalam sebuah grup WhatsApp. Sehingga ketika ada datang informasi pengiriman agen ke pangkalan, pasti kelompok tersebut bergerak ke lokasi pengiriman.
“Kadang kasihan juga kepada pemilik pangkalan. Soalnya mereka (pengecer) itu biasanya berkelompok dan lebih berani. Makanya sekarang trik pemilik pangkalan pasti beralasan mau prioritaskan warga sekitar dulu,” ujarnya.
Tetapi ketika ada masuk informasi tersebut ke agen soal adanya pelanggaran di dalam kontrak kerja, maka pihaknya pun harus tegas. “Pertama tentu kami tegur. Jika sudah ditegur masih bandel, ya kami putus kontraknya. Karena agen pun begitu dari Pertamina. Kalau kami telat atau ada masalah soal distribusi, agen juga akan kena tegur. Kalau sudah ditegur tidak mempan, ya diputus kontraknya,” ujarnya. (*)