Sengkarut elpiji 3 kilogram seakan tidak pernah tuntas. Mulai langka di tingkat masyarakat, hingga harganya yang melambung di atas harga eceran tertinggi (HET). Persoalan itu tak hanya ditemukan di tingkat pengecer, namun juga pangkalan. Belum lagi masih kurangnya kesadaran masyarakat mampu yang masih jadi konsumen barang bersubsidi tersebut.
Teranyar, hingga pertengahan tahun ini, kabar soal beredarnya elpiji 3 kilogram oplosan menyeruak. Terungkap di sejumlah daerah seperti Bali, Depok, Bandung, Bogor, dan Karawang, Jawa Barat. Lantas bagaimana di Kaltim?
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Disperindagkop-UKM) Kaltim Heni Purwaningsih menyebut, hingga pelaksanaan pengawasan terpadu di Balikpapan dan Samarinda pada pekan lalu terkait kelangkaan dan tingginya harga elpiji melon, pihaknya beserta tim terpadu termasuk Pertamina dan kepolisian belum menemukan adanya indikasi tindakan pengoplosan. Baik di tingkat agen, pangkalan, pengecer hingga masyarakat.
“Belum ada. Pengawasan yang kami lakukan memang menemukan penyimpangan, seperti penjualan di atas HET, distribusi hingga penggunaan yang tidak tepat sasaran. Namun belum sampai pada tindakan pengoplosan,” ungkap Heni, Kamis (20/6).
Dirinya mengakui, jika pengawasan yang dilakukan masih terbatas dan tidak menyeluruh. Hanya mendatangi sejumlah lokasi sebagai sampel. Itu karena terbatasnya personel. Apalagi secara tugas pokok dan fungsi (tupoksi), pengawasan tidak hanya pada elpiji subsidi. Namun kepada barang penting lainnya seperti bahan bakar minyak (BBM), pupuk, material hingga bahan pokok yang menjadi hajat hidup orang banyak.
“Terus terang kami terkendala dalam hal jumlah personel. Itu berkaitan dengan dampak adanya moratorium untuk PNS. Untuk itu, koordinasi dengan kabupaten/kota menjadi penting. Terbaru kami sudah melaksanakan bimtek (bimbingan teknis) untuk meningkatkan petugas pengawas,” sebutnya.
Heni mengungkapkan, untuk meningkatkan pengawasan pihaknya juga sudah memiliki pusat pengaduan. Termasuk melakukan monitoring secara daring jika ada indikasi dan laporan masyarakat terkait persoalan elpiji 3 kilogram. Adapun temuan dari daerah lain terkait pengoplosan disebutnya dijadikan peringatan dini untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus yang mungkin bisa terjadi di Kaltim.
“Tentu temuan di daerah lain jadi early warning bagi kami. Namun dari tahun ke tahun sampai saat ini secara umum Kaltim masih disebut aman dari tindakan-tindakan mengoplos elpiji 3 kilogram,” ungkapnya.
LEMAHNYA PENINDAKAN
Berbagai persoalan yang mendera masyarakat terkait elpiji 3 kilogram disebut akibat dari masih lemahnya pengawasan dan penindakan. Dengan status sebagai barang penting dan menjadi hajat hidup orang banyak, tidak ada upaya serius dari pemerintah dan kepolisian untuk membereskannya.
Hal itu diungkapkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Nusantara (YLKN) Piatur Pangaribuan. Karena lemahnya pengawasan dan penindakan tersebut, maka muncul persoalan yang kini terjadi di masyarakat.
“Sementara di DPR, Pertamina dengan bangga mereka telah membukukan laba usaha. Sementara salah satu tugas mereka soal elpiji subsidi dan BBM subsidi di masyarakat sangat berantakan dan mengakibatkan kerugian dan persoalan luar biasa,” sebutnya.
Menurutnya, sebagai pemegang tugas distribusi barang bersubsidi, Pertamina sebagai BUMN yang dibentuk untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat, justru menunjukkan kecenderungan mencari keuntungan atau profit perusahaan.
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Sumber: Kaltim Post