Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi salah satu masalah sosial yang semakin memprihatinkan.
Dalam tiga tahun terakhir, data menunjukkan lonjakan signifikan yang memerlukan perhatian lebih dari berbagai pihak.
Baca Juga: Untuk Tutupi Utang Judi Online Anaknya, Ibu Ini Gelapkan Uang Perusahaan
Menurut Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), jumlah kasus kekerasan di Kaltim meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 551 kasus pada tahun 2021 menjadi 1.108 kasus pada tahun 2023.
Hingga Oktober 2024, tercatat 810 kasus kekerasan dengan total 891 korban, di mana 67% di antaranya adalah anak-anak.
Angka ini menggambarkan betapa besarnya tantangan yang dihadapi dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan di wilayah ini.
Data dan Fakta Menarik
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Simfoni PPA, Kalimantan Timur mencatatkan peningkatan signifikan dalam kasus kekerasan yang terjadi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Baca Juga: Hidup Sederhana, Sopir Truk di Balikpapan Diduga Otak Jaringan Narkoba Internasional
Pada tahun 2021, tercatat 551 kasus. Namun, angka tersebut meningkat tajam pada tahun 2023 dengan 1.108 kasus, yang artinya lebih dari dua kali lipat.
Hingga Oktober 2024, jumlah kasus yang tercatat mencapai 810, dengan korban berjumlah 891 orang, yang mana mayoritas adalah anak-anak.
Tanggapan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
Menanggapi lonjakan angka kekerasan ini, Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik, mengungkapkan pentingnya pendekatan berbasis data untuk menangani masalah ini.
"Kalau kita serius ingin menyelesaikan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak, kita harus menggunakan data yang akurat untuk merancang kebijakan yang tepat," ujarnya dalam sebuah wawancara eksklusif.
Langkah Kolaborasi Lintas Sektor
Akmal Malik juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak.