• Senin, 22 Desember 2025

Kematian Affan Kurniawan Jadi Tamparan Keras, Ojek Online Bukti Kegagalan Negara Mensejahterakan Rakyat

Photo Author
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 18:53 WIB
Elmo Satria Nugraha
Elmo Satria Nugraha

Karena potongan ini, driver harus mencapai target hingga sekitar 17 perjalanan untuk mendapat insentif dari aplikator. Sebuah target yang bukan main perlu upaya ekstra seperti berkeliling kota serta standby dari pagi di titik-titik ramai. Karena insentif ini dulu bisa mencapai Rp90 ribu jika mencapai target maksimal.

Namun sekitar dua tahun terakhir ini insentif bagi driver sudah menurun drastis. Meski tidak sepenuhnya mengerti, namun teman-teman saya di ojol mengungkapkan bahwa mereka saat ini hanya mengandalkan trip. Semakin banyak orderan, semakin banyak penghasilan, tidak melulu harus memenuhi target aplikator.

Sekiranya cerita ini adalah gambaran yang pembaca dapat mengerti, bahwa ojol bukan lah pekerjaan yang mudah. Mereka harus berpacu dengan waktu, menembus segala kondisi cuaca. Penuh resiko demi berkontribusi membantu keseharian dan kesibukan masyarakat dengan jasa antar mereka. Di lingkungan saya, ojol dipenuhi oleh para bapak-bapak pekerja dengan berbagai latar belakang.

Banyak dari mereka adalah korban PHK, honorer yang gajinya tidak mencukupi, pekerja swasta yang masih perlu tambahan, hingga mahasiswa. Saat menjadi ojol, termasuk saya, kami hanya menganggap bahwa pekerjaan ini hanya sampingan. Namun karena sulitnya mencari pekerjaan dan penghasilan mencukupi, ojol harus menjadi sebuah profesi.

Tiap kali mereka menginjakkan langkah kaki ke luar rumah, menarik gas motor. Ojol memiliki satu tujuan, menghidupi. Pagi hari saya dipenuhi dengan status kawan-kawan ojol yang mengecam tindakan aparat. Wajar saja mereka yang merupakan masyarakat kecil geram terhadap aparat dan negeri ini. Ojol adalah bukti dari kegagalan negara ini mensejahterakan masyarakatnya. Lepas dari sila ke-5 Pancasila yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Tidak dapat dipungkiri, kondisi negara ini sangat jauh dari kata baik. Buruh sudah demo dengan mahasiswa. Situasi ini sangat genting, dan kita tidak bisa abai. Tidak ada nyawa yang sepadan atas kebentrokan ini. Demokrasi sudah menggagalkan mereka sehingga menghilangkan nyawa seorang Affan Kurniawan.

Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan keterangan resmi terhadap rasa belasungkawa pemerintah. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengunjungi korban dan meminta maaf langsung. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bersama mantan gubernur hingga wakil presiden juga ikut melayat ke makamnya.

Namun seorang ibu telah kehilangan anaknya, seorang kakak kehilangan adiknya, seorang adik kehilangan kakaknya, dan seseorang kehilangan sosok yang mereka sayangi. Di Samarinda, komunitas ojol setempat mengenakan pita hitam sebagai aksi solidaritas. Di Tenggarong, ojol setempat telah berkonsolidasi dan mengecam tindakan yang dilakukan aparat.

Tragedi Affan ini semestinya menjadi pengingat terhadap bobroknya sistem ini. Kematiannya adalah pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM).

Pemerintah wajib memberikan perlindungan bagi ojol yang saat ini berstatus pekerja informal. Mereka harus diakui sebagai bagian dari sistem kerja nasional yang berhak mendapat perlindungan hukum, sosial, dan kesehatan.

Polri harus melakukan reformasi, jangan sampai peran mereka mengayomi masyarakat hancur. Institusi ini harus mengutamakan pelayanan humanis dan persuasif, bukan represif. Tidak ada nyawa yang sepadan dalam menertibkan keamanan.

Wakil rakyat harus bertanggung jawab secara moral. Jangan berlindung di balik ruangan ber-AC dan imunitas politik. Jawab duka dan keresahan rakyat. Perjuangkan mereka. Jangan sampai kematian Affan ini hanya menjadi sebuah angka.

Bagi rekan buruh, mahasiswa, ojol dan jurnalis di Jakarta yang sedang berjuang, utamakan keselamatan. Perjuangan kalian adalah hak kalian sebagai pembayar pajak. Menuntut keadilan sosial dalam kehidupannya di negara demokrasi. Untuk Affan, sampai jumpa. Namamu akan terus bersua di bangsa ini sebagai simbol kebangkitan. (*)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X