Untuk orang awam mungkin akan tertahan dalam beberapa puisi tertentu karena berpikir keras maksud dari puisi yang dibacanya.
Contohnya, puisi yang berjudul “Munshi 3: Pertemuan sebelum Pertemuan”, puisi tersebut kaya akan makna serta bernuansa spirtual-filosofis, bait yang paling saya suka itu pada bait “Benarkah ada pertemuan Sebelum pertemuan?”
Ini menggambarkan sebuah refleksi metafisik tentang fitrah manusia sejak awal mengenal Tuhannya, tetapi terlupa di dunia dan kini berusaha mengingat kembali.
Baca Juga: Pemkab Kukar Aktifkan Kembali Koperasi Merah Putih, Dorong Desa Jadi Motor Ekonomi Mandiri
Kesimpulan
Jadi, menurut saya, buku Tiada Jembatan yang Tak Luka ini sangat bagus dan layak dibaca sebagai pegangan di kehidupan kita sekarang.
Puisi yang diangkat pun tidak telalu berat maupun terlalu ringan, ramah untuk segala usia. Tiap puisi menggambarkan perjalanan penulis dalam kehidupan yang penuh lika-liku.
Dari puisi-puisi inilah penulis meluapkan semuanya. Juga dari buku inilah penulis dapat berbagi pengalaman serta pelajaran hidup yang berarti buat kita semua. (*)