Tinjauan lapangan menyebutkan rerata satu truk hanya menghabiskan 40 liter BBM jenis solar untuk 2-3 hari pemakaian. “Ada juga saya perhatikan beberapa mobil yang 2 sampai 3 kali melakukan pengisian dan itu enggak satu SPBU saja. Kalau solar itu dari pusat sudah dialokasikan, ke depannya enggak akan bisa ditambah kalau solar, malah berkurang,” jelasnya.
“Kalau bisa ada aturan khusus BBM, jadi tidak hanya seminggu atau dua minggu sanksinya,” harapnya.
TOLAK REKOMENDASI ABAL-ABAL
Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan pada Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan (DPPP) Tarakan Ersant Dirgantara mengatakan bahwa dirinya tak dapat berbicara mengenai dugaan adanya rekomendasi lain di luar yang diterbitkan pihaknya. “Tapi, sudah ada ditegaskan oleh kepala Disdagkop-UKM bahwa mereka tidak mengeluarkan surat rekomendasi. Kalau kami memang tidak pernah mengeluarkan rekomendasi untuk nelayan, kalau UMKM itu memang ranah Disdagkop,” tegasnya.
Nelayan terbagi menjadi beberapa kriteria, yakni nelayan yang menggunakan ketinting, mesin tempel, dan diesel. Berdasarkan data yang dimiliki DPPP, jumlah nelayan mencapai seribu orang, hanya untuk mendapatkan rekomendasi, setiap nelayan harus menyertakan persyaratan, salah satunya adalah pas kecil. “Surat rekomendasi itu berlaku per tiga bulan, setelah itu tidak berlaku lagi dan harus diperbaharui, jadi harus membawa rekomendasi yang lama,” katanya.
Nah, di tahun ini pihaknya telah melakukan verifikasi langsung ke lapangan. Sebab pihaknya telah menemukan beberapa nelayan yang sudah tidak lagi memiliki kapal tetapi masih mengantongi rekomendasi.
“Per 2 Januari 2019 yang kami terbitkan, itu semua hasil verifikasi di lapangan. Jadi kami jamin semua itu ada kapalnya, yang kami keluarkan ada 345 rekomendasi. Kalau tahun lalu, perkiraan kemarin sekitar 500 kapal dengan rekomendasi kuota 441 KL. Makanya sebenarnya permasalahannya ada di distribusinya,” ucapnya.
Dalam peraturan Menteri ESDM, kewenangan DPPP ialah hanya menerbitkan rekomendasi, sedang pengawasan merupakan ranah aparat penegak hukum.
“Intinya harus melibatkan aparat, sesuai dengan aturan main. Kalau kami melakukan pengawasan, ya sudah pasti salah,” tutupnya.
Ketua Fraksi Hanura H. Rusli Jabba juga merekomendasikan hal yang sama. Penataan pada distribusi BBM. Kendati sebelumnya ia menyarankan, agar benang kusut mengenai pengetap tak dipahami pengetap eceran jenis bensin yang sering ditemui di pinggir jalan. “Muara konsumsi BBM itu juga sebagian besar nelayan. Orang yang bawa motor dan sebagainya itu, jualnya ke sesama nelayan. Saran saya APMS jangan layani mobil. Dan APMS melayani sesuai rekomendasi, misalnya bunyi dalam rekomendasi sekian liter, yah segitu yang dilayani,” imbuhnya.
Ketua DPRD Tarakan Salman Aradeng mengatakan, DPRD bersama Pemkot dan Pertamina akan melakukan pertemuan bersama guna menjamin pasokan solar bagi nelayan dapat terpenuhi.
“Intinya kami minta kepada keluarga dan masyarakat untuk berani melapor, karena kelangkaan solar ini kunci utamanya terjadi karena solar tidak terdistribusi seluruhnya untuk nelayan dan banyak pengetap. Laporkan pengetapnya, telepon saya. Saya teruskan ke kepolisian,” tegasnya.
Pada dasarnya, pemberian solar bersubsidi memang diperuntukkan khusus bagi nelayan dan jatah yang diberikan Pertamina lebih dari cukup bagi nelayan. Untuk itu, pihaknya meminta kepada kepolisian untuk melakukan pengawasan secara langsung di lapangan agar penyaluran solar bersubsidi tidak salah sasaran.
“Tugas kami untuk membuat tim agar ini tidak berlarut-larut, kasihan masyarakat nelayan yang ingin melaut tapi solarnya bukan untuk nelayan, ya disitulah tugas kami,” tuturnya.