Selain sampah plastik yang dibuang ke laut, banyak juga sampah plastik dari daratan yang terbawa arus ketika hujan deras. "Seharusnya masyarakat menyadari bahaya plastik ini, selain merusak pemadangan, juga merusak lingkungan," tuturnya.
Selain mati karena sampah plastik, mangrove juga bisa mati karena terkena instrusi air tawar yang terjadi ketika hujan deras. "Pohon mangrove ini kebanyakan di daerah pesisir rentan mati terkena air tawar, apalagi dekat dengan selokan pembuangan air ketika hujan," bebernya.
Saat ini ada sekitar 60 hektare pohon mangrove yang diawasi Pemkot yang tersebar sepanjang pesisir Bumi Paguntaka. "Pohon mangrove kepemilikan pribadi agak sulit diawasi," ungkapnya.
Dirinya menjelaskan bahwa keberadaan pohon mangrove sangat penting, karena merupakan habitat untuk udang, ikan dan hewan-hewan lainnya berkembang biak. Bakau juga berfungsi sebagai penahan abrasi, penahan gelombang besar maupun angin kencang yang menuju daratan.
PRESTASI DI ERA JUSUF SK
Sudah lima tahun Kota Tarakan lepas dari piala adipura. Tugu adipura di Taman 99, depan Bandara Juwata mengingatkan kita jika Kota Tarakan pernah menjadi langganan piala tersebut.
Kepada Radar Tarakan, mantan Wali Kota Tarakan dr. Jusuf Serang Kasim menuturkan bahwa adipura merupakan salah satu indikator keberhasilan sebuah kota dalam memenuhi seluruh aspek seperti kota bersih 24 jam, nyaman dan aman bagi masyarakat. “Itu adalah harapan dari pemerintah Indonesia dalam rangka otonomi daerah. Jadi tentang belum dapat adipura, saya berharap mudah-mudahan di pemerintahan yang akan datang, bisa dapat lagi,” ucapnya.
Sejak masa kepemimpinannya, Jusuf mengaku bahwa penghargaan adipura terus diraih. Raihan penghargaan adipura itu pun diterima karena dirinya yang selalu bersinergi dengan jajaran dan bergerak dalam satu tim untuk menjadikan Tarakan sebagai kota aman, nyaman dan bahagia bagi masyarakat.
Disinggung terkait hubungan ketersediaan anggaran dengan pendapatan piagam adipura, Jusuf menyatakan bahwa selama dirinya menjabat sebagai pemimpin di Kota Tarakan, tidak pernah dikucuri anggaran Rp 1 triliun, namun hanya Rp 800 miliar. Hingga melalui hal tersebut, Jusuf menegaskan bahwa perolehan penghargaan adipura tidak berdasar pada jumlah anggaran sebuah daerah.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan Muddain mengatakan, bahwa pada dasarnya setiap kepala daerah memiliki strategi untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat. “Saya pikir keinginan Pak Sofian Raga untuk menjadi yang terbaik itu sama, cuma secara teknis mungkin tidak terlaksana dengan baik,” katanya.
Tak hanya wali kota lama, namun Wali Kota yang akan memimpin ke depannya juga memiliki keinginan yang besar dalam membangun Kota Tarakan. Namun persoalan dapat atau tidak terpenuhi akan dapat dilihat dalam pelaksanaan kinerja pemimpin di Kota Tarakan.
“Yang jelas program pengelolaan manajemen sampah dari wali kota sekarang dan wali kota terpilih sangat berbeda, mudah-mudahan sistem pengelolaan dan manajemennya itu Tarakan bisa kembali mendapatkan penghargaan adipura selama 5 tahun ke depan,” bebernya.
Pada awalnya, pelaksanaan program penyelesaian sampah semesta diberikan apresiasi DPRD. Namun dalam perjalanannya masih terdapat hal-hal yang membuatnya terkendala. “Ya itu yang saya bilang, pengelolaan itu yang salah, dari sisi teknisnya juga salah, sistem manajemen keuangannya juga salah. Tapi tujuan awalnya sudah benar, bahwa bagaimana pengelolaan sampah semesta dapat terkelola dengan baik dan bisa diterima masyarakat. Tapi harapan itu tidak tercapai,” tutupnya.
Anggota Komisi III DPRD Tarakan Herman Hamid mengaku prihatin atas kegagalan meraih piala adipura. Meski begitu, dirinya berharap agar penataan sampah ke depannya dapat lebih baik. “Kalau program sampah semestanya sih tidak salah-salah amat, tapi penanganannya yang kurang tepat,” tuturnya.