TARAKAN - Dari 82 kota, pantauan indeks harga konsumen (ihk) nasional pada Maret 2019, 51 kota mengalami inflasi dan 31 kota lainnya mengalami deflasi.
Kepala Seksi Statistik Distribusi pada Badan Pusat Statistik (BPS) Tarakan Yanuar Cristiawan menjelaskan, inflasi tertinggi terjadi di Kota Ambon sebesar 0,86 persen dan terendah terjadi di Kota Tangerang sebesar 0,01 persen.
“Untuk inflasi Tarakan menempati urutan ke-78 di Indonesia. Secara nasional ada inflasi 0,11 di mana inflasi tertinggi itu ada di Ambon 0,86 persen, kemudian Meulaboh Aceh 0,39 persen, Tembilahan 0,38 persen, Cilegon 0,37 persen dan seterusnya,” ujarnya, kemarin (2/4).
Sedangkan Deflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 3,03 persen dan terendah di Kota Palembang yaitu dengan sebesar -0,01 persen. Sedangkan untuk Kota Tarakan yang menjadi barometer Kalimantan Utara, secara deflasi menempati posisi 5 se-Indonesia yaitu dengan angka negatif 0,63 persen. Ia menerangkan, Deflasi Kota Tarakan dipengaruhi oleh penurunan indeks harga -0,95 persen dari kelompok transportasi dan komunikasi sebesar -3,10 persen.
Sedangkan dari sektor kesehatan mengalami peningkatan sebesar 0,32 persen dan makanan cepat saji, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,21 persen. Kenaikan deflasi juga dialami sektor perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,08 persen. Sedangkan komoditas sandang juga mengalami peningkatan sebesar 0,05 persen.
“Untuk deflasi bulan Maret, Tarakan ini jika dilihat secara track record dan beberapa tahun sebelumnya itu cukup rendah sekali deflasinya. 0,63. Jika kita melihat secara nasional, nomor 5 ini dari bawah yah dari 82 kota yang disurvei kalau dilihat dari atas berarti peringkat 77.
Kalau secara nasional deflasi tertinggi ada di Kota Tual yaitu 3,03 tinggi sekali, Sorong negatif 0,77, Pangkal Pinang negatif 0,75, Manado negatif 0,69 dan Tarakan negatif 0,63,” tukasnya.
“Ia menerangkan naiknya gejolak deflasi disebabkan karena harga tiket pesawat yang masih meroket. Sehingga dengan kondisi tersebut membuat peredaran rupiah di Kalimantan Utara berkurang. Secara pribadi prediksi atau feeling kami bisa turun tahun ini. Tetapi gejolak naiknya harga tiket pesawat, di awal tahun kemarin, itu yang membuat, melesetnya perkiraan kami,” tuturnya.
Menjelang Ramadan dan kenaikan kelas siswa sekolah, ia berharap daya beli masyarakat dapat meningkat. Sehingga inflasi dan deflasi di Kota Tarakan dapat stabil. Menurutnya jika Pemerintah Kota (Pemkot) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dapat bersinergi dengan baik, maka laju pertumbuhan inflasi dapat ditekan.
“Menjelang Ramadan dan tidak lama lagi musim kenaikan kelas siswa sekolah, wali kota yang baru semoga bisa sinkron dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah untuk meningkatkan kualitas perekonomian Kota Tarakan,” tuturnya.
Ia menjelaskan, salah satu strategi untuk menekan pertumbuhan inflasi dan deflasi adalah dengan cara meningkatkan daya beli masyarakat dan hal tersebut juga harus diupayakan bersama. Selain itu, menurutnya beberapa komoditas dan sektor tertentu seperti sembako, pakaian, dan industri jasa sangat berpengaruh terhadap pergerakan inflasi dan deflasi.
“Strateginya sebenarnya kalau dari BPS, kami hanya memotret yah. Cuma melihat dari pengalaman bagaimana harus melihat data ini bergerak. Bulog beberapa tahun ini cukup luar biasa perjuangannya sampai kita lihat mereka bawa pikap jualan di pinggir jalan, itu salah satu menjaga kestabilan harga juga. Jadi sembako ini berpengaruh besar terhadap inflasi. Terutama beras, harga beras goyang sedikit inflasi bisa goyang juga,” imbuhnya.
2014 INFLASI TERTINGGI
Laju inflasi tahunan di Kota Tarakan sejak 2009 sampai tahun ini tercatat cukup berfluktuatif.
Selama 10 tahun ini, laju inflasi terendah terjadi pada 2017, sebesar 2,77 persen dan laju inflasi tertinggi terjadi pada 2014 yang mencapai angka 11,91 persen. Sementara di tahun 2018 lalu, laju inflasi mencapai 3,7 persen.