“Ada dua kejadian, beberapa minggu lalu dan minggu kemarin ini yang 13 titik. Yang sebelumnya itu ada tiga titik, jadi totalnya sudah 16 titik,” jelasnya.
Salah seorang korban bencana tanah longsor, warga RT 26, Kelurahan Karang Anyar, menimpa kediaman Krisyanti, yang terjadi pada Sabtu (23/3) beberapa pekan lalu.
Krisyanti menjelaskan tepat pukul 07.30 WITA saat itu, bukit di belakang rumahnya ini ambruk dan menghantam bagian belakang rumahnya.
“Awalnya dengar suara bunyi, jadi langsung keluar. Masih hujan deras itu, sempat teriak dan gemetaran lihat sendiri. Tapi syukur anak-anak di dalam rumah tidak kenapa-kenapa,” jelasnya.
Padahal rumahnya ini sementara dalam pembangunan. Meski belum rampung sempurna, tetapi sudah ditinggali. Dihantam longsor dari perbukitan, alhasil dinding rumah bagian belakang ini jebol dan rusak parah.
“Ini sementara dibangun, kami tinggali. Mau dapat uang dari mana lagi untuk bangun, anak-anak masih sekolah,” ujarnya.
Ia mengaku setiap turun hujan, apalagi dengan intensitas tinggi selalu membuat keluarganya merasa was-was. Maklum tepat di belakang rumahnya ini perbukitan. Tak jarang ia mengungsi ke rumah tetangganya.
“Memang kalau hujan, selalu bersiap-siap. Biar tengah malam, kalau lebat itu kami lari ke tempat tetangga. Karena tanah di bukit belakang rumah ini, retaknya sudah besar,” tutupnya.
BPBD MINIM ANGGARAN
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tarakan membenarkan Kelurahan Karang Anyar masuk dalam zona merah wilayah yang paling sering tertimpa longsor. Kepala Bidang Kedaruratan, Logistik, Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada BPBD Tarakan Ir. Kajat Prasetio saat ditemui beberapa waktu lalu membeberkan dari 22 kasus tanah longsor di 2019 ini, 11 titik terjadi di kawasan Karang Anyar, disusul Pamusian 4 titik dan Kelurahan Sebengkok 4 titik dan sisanya tersebar di kawasan lainnya.
"Kalau total sama pohon tumbang sejauh ini sekitar 30 kejadian, tapi kalau longsor sekitar 22 titik. Yang paling banyak terjadi di Kelurahan Karang Anyar," ujarnya, Minggu (7/4).
Dikatakan, banyaknya kejadian longsor saat ini disebabkan karena bertambahnya permukiman di area perbukitan.
"Penyebabnya sudah jelas yah, karena semakin banyak warga yang membangun rumah di lereng bukit. Itu menyebabkan kurangnya pohon. Akibat kurangnya pohon, sehingga berdampak pada berkurangnya kekuatan tanah," tuturnya.
Selain menimpa permukiman warga, tanah longsor tersebut juga berimbas pada fasilitas umum (fasum) dan pelayanan kebutuhan masyarakat. Sehingga dengan kondisi itu, pihaknya menetapkan kejadian longsor bulan ini, dengan status tanggap darurat.