• Senin, 22 Desember 2025

Masih Moratoium, CDOB Tetap Disiapkan

Photo Author
- Sabtu, 7 September 2019 | 10:20 WIB

Akibat dari belum terbentuknya kota itu, maka kewenangan kebijakan, kewenangan pengelola keuangan, kewenangan pengelolaan aset dan sebagainya yang seharusnya dikelola Kota Tanjung Selor, pada akhirnya dikelola Pemprov Kaltara.

“Itulah kenyataannya. Karena tidak mungkin dikelola oleh kecamatan. Itu sudah aturannya seperti itu, selama kota (Tanjung Selor) belum terbentuk, maka ‘bola’nya ada di provinsi. Di sini, provinsi juga tidak bisa menyalahkan kabupaten,” jelasnya.

Sehingga, inilah yang akan menjadi tugas DPRD yang baru, yakni bagaimana caranya para wakil rakyat itu bekerja sesuai fungsinya untuk membentuk CDOB Kota Tanjung Selor. Bulungan tidak berbicara masalah kota, karena dia harus dimekarkan.

“Seharusnya setelah UU 20/2012 itu terbit, setidaknya dua tahun sudah harus terbentuk CDOB Kota Tanjung Selor itu. Dan ini harus dikerjakan provinsi. Kalau kabupaten tugasnya membantu untuk melakukan pemekaran,” tuturnya.

Disinggung mengenai moratorium pembentukan CDOB, menurutnya itu tidak ada masalah. Sebenarnya ini merupakan political will, yang mana seharusnya moratorium itu gugur ketika UU sudah menunjukkan CDOB Kota Tanjung Selor itu harus terbentuk.

“Ini cara berpikir yang agak susah. Perlu diketahui yang mengeluarkan moratorium itu setingkat menteri. Sementara UU itu jauh di atas kebijakan menteri,” sebut pria yang merupakan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unikaltar itu.

Dalam hal ini, konsep perundangan itu harus dilihat kembali, bahwa yang pertama adalah UUD 1945, setelah itu Tap MPR, lalu Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah (PP) Pengganti UU, PP, Peraturan Presiden (Perpres), baru kebijakan kementerian dan seterusnya.

“Nah, UU itu posisinya di atas moratorium. Artinya, kebijakan di bawahnya sudah harus gugur ketika itu (UU) terbit. Termasuk moratorium itu, karena ketentuannya sudah seperti itu. Jadi jangan dibalik cara berpikirnya,” sebut Irsyad.

Menurutnya belum dilakukan itu karena masih ada beberapa kepentingan. Pertama soal ketidaksiapan secara politik, infrastruktur politik, infrastruktur kota, dan infrastruktur perencanaan. Semua itu tidak disiapkan sejak awal.

“Padahal sebelum terbentuknya Kaltara, seharusnya elemen itu sudah ada. Dan saya kira itu ada, hanya saja masih ditahan. Akhirnya saling lempar tanggung jawab. Padahal masing-masing sudah ada kewenangannya sendiri-sendiri,” ucapnya.

Dalam hal ini CDOB Kota Tanjung Selor tidak bisa disamakan dengan usulan CDOB lainnya, karena CDOB Kota Tanjung Selor ini merupakan perintah UU. Jika ada persepsi yang mengatakan itu ingin dijadikan satu paket bersama dengan empat usulan CDOB di Kaltara agar nanti keluarnya sama-sama, menurutnya itu tidak bisa.

Untuk DPRD yang baru, ada banyak sekali PR yang harus diselesaikan selain CDOB Kota Tanjung Selor ini. Salah satunya soal isu pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur (Kaltim), tentu Kaltara juga harus berbenah menyambut rencana itu.

“Ada beberapa investor yang menginformasikan ke saya bahwa beberapa tahun ke depan Kaltara ini akan menjadi daerah yang sangat mahal. Tentu ini tidak baik dan tidak sehat jika semuanya tidak diatur sejak awal,” sebutnya.

“Termasuk juga dengan kebijakan yang sudah dibentuk di daerah. Masih ada beberapa yang belum berjalan dengan baik. Tapi, itu bukannya diperbaiki, malahan membuat kebijakan baru lagi,” sambungnya.

Oleh karena itu, bisa dikatakan kebijakan yang dibentuk itu yang penting selesai, tapi tidak ada tindak lanjutnya. Seharusnya kebijakan yang dibentuk itu bisa dimaksimalkan fungsinya sesuai dengan harapan awal saat pembentukan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

X