TARAKAN - Penasihat Hukum terdakwa Edi Guntur dan Afrilla, Nunung Tri Sulistiawati, meminta keringanan hukuman saat membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (28/8). Menurutnya, kliennya tidak memiliki rencana membunuh korban Arya Gading Ramadhan.
“Oleh karena itu kami mohon, hukuman Edi Guntur diringankan. Atas apa yang telah Edi Guntur lakukan. Memang Edi telah melakukan pembunuhan. Tapi keterangan ahli pembunuhan berencana dilakukan dengan sangat tenang, tidak panik dan tidak emosi. Sedangkan saksi mengatakan, Edi itu tempramen, emosi, jadi orang takut sama Edi. Dengan kondisi Edi yang tempramental, Edi tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana,” ujar Nunung.
Sedangkan pembelaan untuk terdakwa Afrilla, menurutnya Afrilla tidak terbukti turut serta merencanakan pembunuhan. Afrilla juga tidak turut serta dan tidak ada pada saat kejadian yang disampaikan saksi dalam fakta persidangan. Maka dari itu pihaknya memohon agar Afrilla dibebaskan dari segala hukuman.
“Karena Afrilla juga seorang ibu yang mempunyai 3 anak balita. Memang dia turut membantu. Tapi dia tahu hanya adanya penculikan. Tapi itu semua kami serahkan ke Majelis Hakim Yang Mulia,” harapnya.
Terkait adanya jeda waktu pembunuhan dikaitkan dengan pasal 340 atau pembunuhan berencana yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pihaknya menegaskan, terdakwa tidak berniat merencanakan pembunuhan. Adanya pembunuhan kepada Arya merupakan inisiatif terdakwa Mendilla.
“Mendilla bilang kalau korban dilepas, bapak Edi akan bunuh kita dan dipenjara. Dari itulah Edi Guntur membantu Mendilla menarik kabel ke leher korban. Itu terungkap semua di fakta persidangan,” ucapnya.
Ibu korban, Jumiati menegaskan, pembelaan yang dibacakan penasihat hukum terdakwa tidak sesuai dengan fakta persidangan. Hanya karena membela, penasihat hukum nekat memutarbalikan fakta.
“Seperti tidak ada unsur kecemburuan Edi kepada anak saya (korban). Sedangkan saksi sudah menjelaskan kalau Edi cemburu sama Arya. Kenapa lagi dibalik tidak bisa membuktikan. Saya lebih tahu siapa Edi. Kami tidak terima,” keluhnya.
Ia juga menyayangkan, penasihat hukum malah memojokkan Mendilla sebagai aktor utama pembunuhan. Padahal Mendilla hanya terperangkap dan keadaan terpaksa untuk membantu Edi membunuh Arya.
Sehingga pihaknya masih mengharapkan hukuman mati kepada Edi Guntur. Sebab Edi Guntur merupakan pelaku utama pembunuhan berencana.
“Itu kami serahkan sama hakim semuanya. Pelaku utama si Edi harus dihukum mati. Kalau terdakwa lain, terserah dari majelis hakim. Karena hakim lebih tahu ranah hukum. Kami hanya meminta keadilan dari hakim,” harapnya.
JPU Komang Noprizal mengatakan, pihaknya diberi waktu menanggapi pembelaan hingga hari ini (29/8). Dalam nota pembelaan penasihat hukum, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan primer atau pasal 340 juncto 55. Sementara penasihat hukum Mendilla juga meminta keringanan hukuman.
Pihaknya tetap meyakini atas tuntutan dan dakwaan kepada terdakwa. Yakni menuntut Edi Guntur dan Mendilla dengan hukuman pidana seumur hidup dan Afrilla dituntut hukuman 14 tahun penjara.
“Kami meminta waktu untuk menyiapkan tanggapannya atau replik. Kami akan upayakan mempertahankan apa tuntutan kami dan menguraikan dalam replik. Intinya kami mau patahkan analisis penasihat hukum terdakwa,” singkatnya.