PROKAL.CO, Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal terus menjadi masalah besar dalam hubungan Indonesia-Malaysia.
Meskipun banyak yang berusaha mencari penghidupan lebih baik dengan bekerja di luar negeri, masih banyak yang tergoda dengan janji-janji pekerjaan yang tidak resmi.
Hal ini berisiko tinggi, tidak hanya bagi calon PMI, tetapi juga bagi negara, yang menghadapi dampak buruk dari praktik migrasi ilegal.
Menanggapi masalah ini, Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau Malaysia menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah pengirim PMI terbesar seperti Sulawesi, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan.
Aris Heru Utomo, Kepala KRI Tawau, menyatakan bahwa meskipun banyak upaya telah dilakukan, masalah PMI ilegal tetap tinggi.
Data dari Polres Nunukan menunjukkan bahwa hingga 2024, sebanyak 83 calon PMI berhasil diselamatkan dari 17 kasus yang berkaitan dengan praktik ilegal.
Baca Juga: Miris! Polda Kalsel Bongkar Eksploitasi Anak di Kasus TPPO, 15 Pelaku Dibekuk dalam Sebulan
Dari jumlah tersebut, sepuluh kasus termasuk dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO), sementara tujuh lainnya terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian.
“Bayangkan, ada 83 orang yang berhasil diselamatkan. Itu adalah jumlah yang sangat besar,” ujar Aris dalam wawancara dengan wartawan pada 8 Desember 2024.
Menurut Aris, penyebab tingginya angka PMI ilegal ini tidak lepas dari godaan upah tinggi yang ditawarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, termasuk calo.
Masyarakat sering kali terjebak oleh janji pekerjaan yang menjanjikan, tanpa menyadari risiko besar yang mereka hadapi.
Tanpa dokumen resmi dan prosedur yang benar, PMI ilegal bisa mengalami eksploitasi, kekerasan, hingga diperdagangkan.