• Minggu, 21 Desember 2025

Gaji Tinggi Jadi Pemicu: Modus "Wisatawan" dan Jalur Tikus, Ancaman PMI Ilegal Tarakan

Photo Author
- Senin, 27 Oktober 2025 | 15:00 WIB
Ketua Tim Kelembagaan dan Kerjasama Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia BP3MI Kaltara, Usman Affan.
Ketua Tim Kelembagaan dan Kerjasama Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia BP3MI Kaltara, Usman Affan.

TARAKAN – Daya tarik upah kerja yang tinggi di luar negeri membuat banyak masyarakat tergiur untuk menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Namun, ketatnya syarat dan proses legal membuat sebagian warga Tarakan mencari jalan pintas dengan nekat berangkat secara mandiri melalui jalur ilegal, meskipun risiko yang mengintai sangat besar.

Ketua Tim Kelembagaan dan Kerjasama Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Utara (Kaltara), Usman Affan, mengakui bahwa saat ini masih banyak cara yang digunakan masyarakat untuk mengelabui pengawasan demi menjadi PMI Ilegal. Modus yang paling umum adalah berangkat ke luar negeri sebagai wisatawan atau menyeberang perbatasan melalui jalur tikus.

Baca Juga: Jadi Incaran Pencuri di Banjarmasin: Ratusan Meteran Air Raib Digasak Maling

Tergiur Kesejahteraan, Abaikan Risiko TPPO

Usman Affan mengungkapkan bahwa sebagian besar PMI Ilegal berangkat dengan modal nekat karena adanya stigma di masyarakat yang melihat bekerja di luar negeri menjanjikan kesejahteraan dan gaji tinggi, terutama di tengah kondisi ekonomi saat ini.

“Harus diakui stigma masyarakat melihat bekerja di luar negeri itu memberikan kesejahteraan dan hak-hak pekerja secara pasti... Tapi di sisi lain sebagian masyarakat enggan melalui proses-proses legal karena dinilai sulit. Jadi sebagian dari mereka memilih jalan pintas,” ujarnya, Minggu (26/10).

Sayangnya, mereka seringkali tidak menyadari bahwa jalur ilegal memiliki risiko besar, termasuk menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). “Sebagian besar kasus PMI Ilegal yang kami tangani masuk ke Malaysia berstatus lawatan atau wisatawan. Sebagian lagi, menerobos negeri tetangga melalui jalur tikus secara diam-diam,” jelas Affan.

Setelah berhasil bekerja, para PMI Ilegal ini baru mengurus dokumen seperti paspor atau visa kerja, namun tidak melalui Sistem Perizinan (SIPermit) dan tidak terdaftar di Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKO P2MI) serta tidak memiliki kartu AK1 (kartu kuning).

PMI Ilegal Jadi Calo hingga Terjerat TPPO

Affan menegaskan, legalitas PMI sangat penting untuk mendapatkan pengawasan dan kontrol dari negara. Jika terjadi masalah di luar negeri, Konsulat atau Kedutaan dapat memberikan bantuan.

Ironisnya, kemudahan bekerja secara ilegal ini membuat sebagian PMI Ilegal mulai menjalankan kegiatan terlarang, yakni menjadi calo dengan merekrut calon PMI Ilegal lainnya dari kampung halaman mereka sendiri.

"Tidak sampai di situ, beberapa kasus terjadi justru sebagian PMI Ilegal ini terjerat kasus TPPO karena merekrut orang dari kampungnya sendiri. Kasusnya ada juga di Tarakan, tahun 2024 itu ada empat kasus di Polda dan dua di Polres,” ungkapnya.

Affan juga menyoroti bahwa lemahnya sanksi menjadi salah satu penyebab maraknya pengiriman PMI ilegal, karena aturan saat ini tidak mencantumkan hukuman minimal, membuat vonis terhadap pelaku relatif ringan.

Alasan Majikan Lebih Suka Pekerja Ilegal

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X