kesehatan

Sejarah Makan Siang  

Selasa, 4 Februari 2025 | 11:46 WIB
Faroq Zamzami

Catatan: Faroq Zamzami

(Wartawan Prokal.co)

PROKAL.CO-Di Jepang, makan siang di sekolah saja ada sejarahnya. Panjang pula. Berbalur filosofi lagi. Tak ketinggalan sentuhan seni. Ada bait puisi. Yang kalimatnya tertata rapi. Seserius itu dalam memanifestasikan memasukkan makanan ke dalam perut.

Awam kita, kalau mau makan, ya makan saja. Bahkan ada lagu, makan enggak makan, asal ngumpul. Bagaimana seni membalur dalam historiografi makan siang? Itu tergambar dalam puisi Strong in the Rain–nya Kenji Miyazawa.

Baca Juga: Babak Enam Besar, Persiba Menang Dramatis atas Sumut United

"Segenggam beras merah, beberapa miso, dan beberapa sayuran untuk mencukupi hari ini." Kenji Miyazawa penyair Jepang yang kesohor. Bukti sederhananya ini; masukkan namanya dalam kolom pencarian di Google, langsung keluar siapa dia.

Lengkap dengan fotonya yang masih hitam putih. Tertulis, dia seniman yang lahir pada 27 Agustus 1896 dan meninggal 21 September 1933. Penyair Jepang dan penulis sastra anak-anak ini juga dikenal sebagai guru ilmu pertanian, seorang vegetarian, pemain cello, penganut Buddha yang taat, dan aktivis sosial utopis.

"Seribet" itu untuk makan siang. Sampai melibatkan penyair.

Orang Jepang memang selalu serius. Dalam banyak hal. Bahkan yang remeh-temeh. Mereka akan mengerjakannya sepenuh hati. Satu contoh serius dalam hal yang “receh” itu, saya pernah lewat di depan salah satu kantor. Di kawasan Ginza, Tokyo.

Baca Juga: Ada Dua Kali Ledakan, Mobil Pengetap di Samarinda Terbakar

Di depan bangunan itu ada gantungan khusus untuk menaruh payung. Gantungannya saja mungkin biasa. Luar biasanya ini. Di tiap gantungan payung itu, ada gembok bernomor seri. Untuk keamanan. Enggak kepikiran ‘kan?

Penitipan payung saja sampai segitunya. Jadi, pemilik payung yang berkantor di gedung itu tinggal menaruh peralatan tersebut di bagian gembok miliknya. Putar-putar angka sandi, terkunci, sudah, tinggal. Perangkat begitu pun tak hanya di satu kantor itu.

Ada "receh" lainnya. Tiap kita masuk gedung, setelah menggunakan payung yang basah, disiapkan peralatan khusus untuk membungkus payung. Alatnya setinggi pinggang. Diameternya sekira 20 sentimeter.

Dari atas payung dimasukkan ke bagian tengah alat yang berlubang. Lantas tarik ke depan. Secara otomatis terbungkus. Plastiknya mirip pembungkus belanjaan yang akan ditimbang di Hypermart.

Halaman:

Tags

Terkini

6 Tanda Awal Serangan Jantung yang Sering Diabaikan

Selasa, 21 Oktober 2025 | 11:15 WIB