kesehatan

Sejarah Makan Siang  

Selasa, 4 Februari 2025 | 11:46 WIB
Faroq Zamzami

Pada 1927, menunya berubah, nasi putih, makarel, sup miso dengan sayuran. Kembali mengalami perkembangan dengan adanya tambahan susu skim (tanpa lemak) pada 1945. Ini sejarah makan siang, bukan sejarah perang dunia lho. Hehehe...

Karena "sekhusyuk" itu dalam menata menu dan makanan, tak heran, makanan khas atau olahan Jepang jadi favorit orang asing. Dan tak heran, jika Anda ke Jepang, menggunakan fasilitas transportasi umum, berjalan di pusat-pusat keramaian, bakal sulit menemukan pria yang berbadan gemuk. Atau berperut buncit.

Percayalah, itu yang saya perhatikan saat di Jepang selama satu minggu. Betapa sulitnya melihat ada pria buncit yang naik kereta bawah tanah.

Kesehatan berpelukan erat dengan kebersihan. Jadi tak heran, dua hal ini jadi poin penting yang bakal Anda kagumi di Jepang. Soal kebersihan, sebenarnya saya tak ingin mengulasnya di sini.

Baca Juga: Mantap, Jatah Beasiswa Berau Cerdas Diusulkan Ditambah

Tapi saya tak bisa menahan nafsu untuk menulisnya. Nafsu yang semakin tak bisa terbendung setelah menyaksikan alunan suara merdu kepada suporter Jepang yang memunguti sampah di bangku penonton, setelah menyaksikan timnas mereka berlaga di Piala Dunia Rusia 2018.

Kebiasaan yang mendapat pujian dunia. Tak awam terjadi di stadion sepak bola usai pertandingan. Jadilah video dan foto pungut-pungut sampah pria dan perempuan berjersey biru, warna kebanggaan Timnas Jepang, viral di jagat maya. Jadi pembicaraan. Banjir pengakuan. 

O iya, kenapa saya harus menahan-nahan tulisan tentang kebersihan di Jepang. Sekali lagi, sekelebat info. Ada garis merah di Kaltim Post. Tak boleh dilanggar. Jika liputan ke Singapura atau Jepang, jangan menulis tentang kebersihan dua negara itu. Karena sudah awam. Sudah banyak orang Kaltim yang ke sana. Sehingga sudah berkurang nilai beritanya.

Orang Kaltim ke Singapura itu seperti ke Surabaya. Atau seperti ke Tarakan, little Singapore-nya Borneo. Ke Bontang pun orang sudah berasa di Singapura, ada patung Merlion-nya juga.

Jadi sudah sejak lama, ke Singapura itu bukan barang mewah lagi. Berobat pun para pejabat dan orang kaya di provinsi ini banyak yang ke Singapura. 

Baca Juga: Sempat Diundur, Ini Jadwal Final Pelantikan Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024

Begitu juga dengan Jepang. Tak hanya semakin banyak warga Indonesia yang melancong ke sana. Tenaga kerja juga kita ekspor ke negara itu. Jepang pun berasa biasa bagi warga Kaltim dan Indonesia.

Karena semakin mudahnya berlibur atau bekerja ke sana. Tapi saya tetap ingin menambahkan soal kebersihan dalam tulisan ini. Bagaimana merasakan hidup nyaman tanpa sampah. Tanpa polusi. Dan tanpa got yang kotor.

Bagaimana membangun budaya bersih. Sadar dengan tidak mengotori lingkungan. Dan malu jika berlaku kotor. Kebersihan yang tak hanya di jalan utama. Tapi sampai ke jalan-jalan kecil di kompleks perumahan pinggiran kota.

Saat di Jepang satu minggu, mobilitas saya lebih banyak menggunakan sarana angkutan publik. Menumpang kereta bawah tanah. Kereta listrik di permukaan. Juga naik bus. Pakai kartu warna hijau yang tulisannya Suica.

Halaman:

Tags

Terkini

6 Tanda Awal Serangan Jantung yang Sering Diabaikan

Selasa, 21 Oktober 2025 | 11:15 WIB