Di era TikTok, YouTube Shorts, Roblox, dan Discord, generasi paling muda—Gen Alpha yang lahir antara tahun 2010-2024—mengembangkan ragam slang baru yang bikin banyak orang dewasa kesulitan mengikuti. Istilah seperti “skibidi”, “rizz”, “fanum tax”, dan “ohio” bukan sekedar gaya bicara, tapi semacam bahasa acak, absurd, dan sangat ekspresif.
Fenomena ini bukan sekadar soal tren. Peneliti bahasa dan budaya menyebutnya sebagai bagian dari "kode sosial digital," yaitu cara berkomunikasi yang sangat dipengaruhi algoritma, platform digital, dan kecepatan tren internet. Dalam laporan dari Wired (2024), bahasa Gen Alpha disebut sebagai hasil dari kombinasi TikTok, meme, dan referensi pop culture global.
Baca Juga: Banyak Kejadian Konflik Mertua dan Menantu, Ini Sebab dan Cara Menanganinya...
Misalnya, kata "rizz" yang berasal dari "charisma" (karisma), tapi hanya dipakai dalam konteks tertentu: biasanya untuk menggambarkan kemampuan menggoda atau membuat orang terpesona. Lalu ada "skibidi," istilah absurd dari tren TikTok yang muncul lewat video-video dengan musik aneh dan gerakan kepala cepat. Kata ini nggak punya makna khusus, tapi jadi semacam isyarat bahwa seseorang mengikuti tren terbaru.
Bahasa ini sering dianggap lucu, aneh, atau bahkan membingungkan. Tapi di balik semua itu, istilah-istilah tersebut mencerminkan kreativitas dan cara Gen Alpha membangun identitas. Seperti generasi sebelumnya, mereka menciptakan bahasa sendiri sebagai bentuk pembeda, sebagai sinyal bahwa mereka punya dunia yang unik.
Baca Juga: Soft Power Baru? Spiritualitas Gen Z Sebagai Identitas Global
Namun, tidak semua orang bisa langsung mengikuti. Bagi orang tua, guru, atau bahkan Gen Z yang sedikit lebih tua, istilah-istilah ini bisa terasa asing. Beberapa ahli menekankan pentingnya jembatan komunikasi antar generasi. "Kalau ingin mendidik dan mendampingi Gen Alpha, kita juga harus siap memahami cara mereka bicara dan berpikir," kata Dr. Naomi Baron, pakar komunikasi digital dari American University.
Perubahan ini menunjukkan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tapi juga cermin budaya. Dan dalam dunia digital yang terus berubah, bahasa anak-anak juga ikut berevolusi. Tidak semua istilah akan bertahan lama—beberapa hanya hidup sebentar di For You Page TikTok, lalu hilang. Tapi jejaknya tetap meninggalkan pengaruh besar dalam cara anak-anak mengekspresikan diri.
Gen Alpha tumbuh di dunia yang penuh kecepatan, konektivitas, dan kreativitas. Istilah-istilah aneh yang mereka gunakan mungkin terdengar asing, tapi justru di situlah letak kekayaan budayanya. Bahasa mereka mencerminkan semangat zaman—cepat, cair, dan penuh eksperimen. Alih-alih menghakimi atau bingung sendiri, mungkin sudah waktunya kita ikut mendengar, memahami, dan (sedikit saja) belajar ikut ngomong dengan gaya mereka. Karena pada akhirnya, bahasa bukan soal siapa yang paling benar, tapi siapa yang mau saling mengerti. (Arsandha Agadistria Putri)