JAKARTA –Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri terus mengembangkan penyelidikan pasca menangkap Andi Arief di Menara Peninsula Hotel, Jakarta Barat. Hasil pengembangan itu menunjukan bahwa ada dugaan seorang perempuan menemani Andi sebelum penggerebekan berlangsung. Namun, pihak kepolisian menegaskan kembali perempuan tersebut tidak ada di kamar hotel Andi saat mereka datang.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal, Andi sudah kenal lama dengan perempuan yang menemaninya Minggu malam (3/3). Namun perempuan itu bukan politisi seperti informasi yang beredar. ”Diduga sahabat, (mereka) kenal satu sama lain,” terang perwira tinggi Polri yang lebih akrab dipanggil Iqbal itu. Polri memang belum membuka identitas perempuan tersebut secara detail. Namun, Iqbal menyebut insial perempuan itu L.
Wakil sekretaris jenderal Partai Demokrat (PD) tersebut, sambung Iqbal, sudah kenal lama dengan L. Sampai kemarin sore, perempuan itu masih diperiksa oleh penyidik di kantor Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri di Cawang, Jakarta Timur. Iqbal belum bisa menyampaikan terkait kepentingan maupun peran L saat menemani Andi. Termasuk apakah perempuan tersebut mengonsumi narkoba atau tidak.
Serupa dengan Andi, sampai kemarin L juga masih berstatus terperiksa. Dia berada di kantor Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri bukan sebagai tahanan. Lantas, ada di mana perempuan tersebut saat petugas kepolisian masuk kamar hotel dan menangkap Andi? Iqbal menjawab, jawaban pertanyaan itu sedang didalami oleh penyidik. ”Apakah dia sembunyi, atau dia di luar, nanti akan kami sampaikan,” terangnya.
Yang pasti, Iqbal menyatakan bahwa kuat dugaan kedatangan Andi ke Menara Peninsula Hotel memang untuk mengonsumsi sabu-sabu. Polri belum menemukan petunjuk Andi punya urusan lain saat berada di hotel tersebut. ”Kami sedang periksa itu. Diduga jelas kepengen konsumsi narkoba. Kan sudah terbukti positif,” jelas dia. Hasil asesmen sementara, Andi bukan pertama kali mengonsumsi narkoba.
Mantan kepala Polres Jakarta Utara itu menyatakan bahwa Andi sudah beberapa kali mengonsumsi sabu-sabu. ”Bahwa saudara AA mengonsumsi narkoba itu bukan hanya sekarang. Sudah beberapa kali,” bebernya. Namun demikian, Iqbal belum bisa menjelaskan dari mana Andi mendapat sabu-sabu, sejak kapan Andi mengonsumsi sabu-sabu, serta berapa kali Andi mengonsumsi sabu-sabu. ”Tidak sekali, tidak sekali,” ujar dia.
Lantaran petugas kepolisian tidak menemukan barang bukti sabu-sabu di kamar hotel yang disewa oleh Andi, sambung Iqbal, mekanisme asesmen dilakukan terhadap mantan komisaris PT Pos Indonesia itu. Alasan lain yang juga menguatkan petugas untuk melakukan asesmen terhadap Andi adalah status korban. ”Bahwa saya sampaikan kemarin (Senin) saudara AA itu korban karena dia pengguna,” tegasnya.
Serupa dengan perlakukan Polri terhadap pengguna narkoba yang menjadi korban, Andi juga berpeluang menjalani rehabilitasi supaya bebas narkoba. ”Dalam kasus AA, kami ingin menyampaikan bahwa kami prihatin kepada saudara AA atau pengguna-pengguna lain,” terang Iqbal. Untuk itu, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menyerahkan Andi kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) guna mejalani proses asesmen.
Ketika dikonfirmasi Jawa Pos, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Eko Daniyanto menjelaskan, pihaknya sudah menyerahkan Andi kepada BNN sejak Senin (4/3). ”Sudah di-assessment,” terang pria yang biasa dipanggil Eko itu. Menurut Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, ada beberapa dasar hukum terkait asesmen pengguna narkoba. Salah satunya UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Selain itu, PP Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dengan nomor 04/Bua.6/Hs/Sp/IV/2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial turut menjadi landasan opsi rehabilitasi diberikan kepada pengguna narkoba berstatus korban.
Tidak hanya itu, Polri juga punya aturan tersendiri berkaitan dengan korban penyalahgunaan narkotika. ”Ada peraturan kabareskrim nomor 1 tahun 2016,” ungkap Dedi. Berdasar aturan-aturan tersebut, tidak ada proses penyidikan terhadap Andi. Sebab dia hanya positif mengonsumsi sabu-sabu dan tidak ditemukan barang bukti narkoba saat penggerebekan berlangsung. ”Namun dilakukan interogasi untuk mengetahui sumber narkotika tersebut,” ujarnya.
Selanjutnya, masih kata Dedi, pengguna narkoba seperti Andi lantas diserahkan kepada BNN untuk mejalani asesmen. Tahap itu penting guna memastikan rehabilitasi yang tepat bagi Andi. Kepala BNN Komjen Heru Winarko pun membenarkan bahwa Andi sudah diserahkan oleh Bareskrim Polri kepada instansinya untuk kebutuhan asesmen. ”Asesmen itu dilakukan untuk mengetahui tingkat ketergantungan,” imbuhnya kemarin.
Keterangan itu disampaikan Heru kepada awak media di kantor BNN, Cawang. Dari proses asesmen tersebut, jelas Heru, dapat ditentukan apakah seorang pengguna narkoba bisa direhabilitasi atau tidak. asesmen terhadap Andi merupakan asesmen medis yang tujuannya untuk memeriksa kondisi tubuh. Selain itu, melalui asesmen tersebut juga bisa diketahui tingkat kecanduan pengguna dan berapa lama pengguna mengonsumsi narkoba.
Sebab, jenderal bintang tiga Polri itu menyampaikan, ada tiga jenis pengguna narkoba. Yakni pengguna yang coba-coba, reaksional, atau pencandu berat. Dari asesmen yang dilaksanakan BNN, dosis narkoba yang dikonsumsi oleh pengguna juga dapat diketahui. Pun demikian dengan asal usul narkoba yang dikonsumsi oleh pengguna. Lewat asesmen, BNN akan mencari informasi terkait hal itu.
Heru menyampaikan bahwa semua pengguna narkoba yang ditangkap pasti melalui asesmen. ”Untuk menolong orang yang menjadi penguna tersebut dan mengetahui barang haram itu didapat dari mana atau jaringan mana,” imbuhnya. Proses asesmen terhadap pengguna narkoba berlangsung dalam tempo 6x24 jam. Pun demikian dengan Andi. Petugas membutuhkan waktu supaya mereka bisa mendapat data dan informasi paling akurat. (syn/wib)