JAKARTA–Komisi III DPR RI kerap menemukan penyimpangan hak guna usaha (HGU) perusahaan kelapa sawit di kawasan hutan. Badan Pertanahan Nasional (BPN) diharap lebih tegas dalam menerbitkan izin HGU.
Penyimpangan tersebut antara lain, tumpang tindih antara HGU dan kawasan hutan, konflik sengketa antara HGU dan tanah masyarakat, penggarapan lahan yang tidak sesuai dengan izin HGU, serta informasi dari KLHK mengenai perusahaan yang sampai sekarang tidak memiliki izin.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung berharap BPN tegas. Dalam proses pengajuan izin baru, bebernya, harus langsung dan jelas plasma (kelapa sawit) 20 persen itu diserahkan kepada siapa dan dalam bentuk yang bagaimana.
“Seharusnya sejak awal pada saat penerbitan izin, jika sudah tidak memenuhi, saat perpanjangan ya evaluasi. Kalau tidak memberikan plasma minimal 20 persen, ya tidak usah diterbitkan lagi izin perpanjangannya. Ini soal law enforcement dan ketegasan dari aparat kita,” tegas Doli seusai memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB dan HPL Komisi II DPR RI dengan perwakilan BPN di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin (4/7) lalu.
Doli menambahkan, Komisi II DPR RI membentuk Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB, dan HPL, mengingat adanya temuan kawasan hutan yang kemudian tumpang tindih dengan HGU, HGB, dan sebagainya. Dalam kesempatan itu, Doli juga mempertanyakan adanya laporan mengenai penyimpangan izin terhadap HGU.
“Kami juga sering mendapat laporan, ada perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi peraturan yang mengharuskan mereka memberi plasma minimal 20 persen, tapi izin HGU tetap diterbitkan dan bahkan diperpanjang. Pertanyaannya kenapa diterbitkan? Atau malah diperpanjang?” tanya Doli dikutip dari laman resmi DPR RI. (jpg/kri/k8)