JAKARTA–Ketersediaan pangan menjadi menu utama rapat antara Komisi IV DPR dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Jakarta kemarin (13/3). Pada rapat tersebut, Kementan menyampaikan upaya meningkatkan produksi beras tahun ini dihadapkan masalah penyusutan luas tanam hampir 2 juta hektare.
Pada rapat itu Amran menyampaikan target produksi beras tahun ini sebanyak 32 juta ton. Dia mengatakan, untuk mengejar target produksi beras itu, ada beberapa masalah yang berpotensi menjadi penghambat. Di antaranya adalah luas tanam padi yang menyusut cukup signifikan. Luas tanam padi pada kurun 2023–2024 ini, berkurang hampir 2 juta hektare dibandingkan periode 2015–2019 lalu. Berkurangnya luas padi ini, otomatis berdampak pada penurunan produksi beras. Penurunan luas tanam itu disebabkan karena pengalihan lahan dan faktor cuaca.
Masalah lainnya adalah berkurangnya volume pupuk subsidi setiap tahunnya. Amran menuturkan, pada periode 2014-2018 lalu, alokasi pupuk subsidi mencapai 9,55 juta ton. Alokasi volume pupuk subsidi itu terus berkurang. Puncaknya pada 2024 ini volume pupuk bersubsidi hanya 4,73 ton. ’’Kami ingin mengembalikan alokasi volume pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton kembali,’’ katanya.
Menurut dia, dengan alokasi pupuk yang tinggal 4,73 juta ton itu, diperkirakan ada sekitar 20 persen petani yang tidak bisa mengakses pupuk bersubsidi. Sehingga berpengaruh pada proses tanam padi. Upaya meningkatkan produksi beras tahun ini juga masih akan terdampak perubahan iklim. Menurut perhitungannya, adanya perubahan iklim membuat produksi padi berpotensi susut sekitar 30 persen.
Untuk mengatasi masalah iklim itu, ada beberapa strategi yang dilakukan Kementan. Seperti pompanisasi air sungai untuk lahan sawah tadah hujan. Upaya ini penting, karena lahan sawah tadah hujan sangat sensitif terhadap iklim. Jika tidak ada hujan dan tanpa pompanisasi, mereka tidak bisa menanam padi. Meskipun begitu Amran mengatakan kebutuhan beras Maret hingga Mei nanti masih dalam kondisi aman. ’’Kekhawatiran kami adalah stok beras pada Juni sampai Oktober,’’ katanya. Amran mengatakan, ketersediaan stok beras pada Juni hingga Oktober itu terkait dengan luas tanam pada Februari lalu. Pada periode 2015-2019 lalu luas tanam padi di Februari mencapai 1 juta hektare lebih. Sedangkan pada 2023-2024 ini susut tinggal 810 ribuan hektare saja.
Ketua Komisi IV DPR Sudin menegaskan, program peningkatan produksi beras itu harus didukung. Dia mengingatkan bahwa program pendukung untuk meningkatkan produksi beras itu harus dikawal hingga ke bawah. ’’Saya kritisi sedikit. Urusan pupuk bersubsidi di bawah masih sering gaduh,’’ katanya. Di antaranya adalah ketentuan cukup menunjukkan KTP, tetapi aturan di lapangan berbeda-beda. Sehingga membuat petani bingung.
Terpisah, pantauan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa harga beras pada minggu pertama Maret mengalami kenaikan 3,06 persen dibanding rata-rata harga pada Februari 2024.
’’Namun demikian, jumlah wilayah yang mengalami kenaikan harga beras pada minggu pertama Maret sedikit menurun dibanding Februari, yaitu terjadi di 75,28 persen wilayah Indonesia,’’ ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini pada rakor inflasi yang digelar Kemendagri kemarin (13/3).
Pudji memerinci, jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras pada Februari mencapai 281 kabupaten/kota (harga rata-rata Rp 15.482 per kg). Sementara pada minggu pertama Maret turun menjadi 271 kabupaten/kota (harga rata-rata Rp 15.956 per kg).
Dia melanjutkan, berdasar pemantauan harga SP2KP pada minggu pertama Maret, beberapa komoditas pangan yang menunjukkan tren kenaikan harga.
’’Di antaranya yakni cabai merah, minyak goreng, telur ayam ras, beras, daging ayam ras, dan cabai rawit,’’ katanya.
Meski begitu, Pudji menyebut, tekanan inflasi untuk harga pangan bergejolak (volatile food) harus tetap diwaspadai. ’’Khususnya pada produk hortikultura (cabai merah dan cabai rawit) dan peternakan (telur ayam ras dan daging ayam ras) perlu dipantau. Mengingat ada kemungkinan terjadinya potensi inflasi dari komoditas tersebut,’’ jelas dia. Khusus untuk komoditas beras, Pudji menyebut saat ini beras berangsur terkendali dengan masuknya masa panen di beberapa sentra produksi. (wan/dee/jpg/riz/k8)