JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) RI menegaskan bahwa pelaksanaan haji 2024 hanya bisa diikuti para jemaah yang mengantongi satu di antara tiga jenis visa. Ketiganya adalah visa untuk jemaah haji reguler, haji khusus, dan mujamalah.
Hal itu diungkapkan Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Azis, menyikapi potensi pemakaian paspor dengan visa nonhaji oleh warga negara Indonesia. ’’Jika visanya di luar (tiga jenis visa haji, Red) itu, terlalu berisiko,’’ ujarnya di sela-sela bimbingan teknis petugas haji di Asrama Haji Pondok Gede, Kamis (21/3) malam.
Dia mengungkap kerawanan pemakaian paspor nonhaji. Mulai dari ditolak masuk ke Arab Saudi, terutama saat fase puncak haji. Lalu sanksi denda, atau bahkan berujung deportasi. ’’Mengingat inti haji adalah saat berada di Arafah,’’ kata Gus Alex, sapaan akrab Ishfah.
Saat ini, isu soal potensi penggunaan visa nonhaji oleh warga Indonesia memang jadi atensi Kemenag RI. Salah satunya pemakaian visa ziarah, jenis visa untuk mengunjungi tempat-tempat suci/bersejarah di wilayah Arab Saudi. Selain itu, potensi adanya haji/umrah backpacker.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan telah memantau langsung persiapan layanan di Asrama Haji Bekasi. Pemantauan itu penting karena jemaah dari Provinsi Jawa Barat merupakan yang terbesar di Indonesia. ’’Dengan kuota jemaah sebanyak 38.723 orang ditambah 1.478 kuota tambahan, Jawa Barat menjadi satu-satunya provinsi yang memberangkatkan jemaah dari dua asrama haji,’’ katanya.
Selain dilayani di Asrama Haji Bekasi (embarkasi Soekarno-Hatta), para jemaah juga dilayani di Asrama Haji Indramayu (embarkasi Kertajati). ’’Risiko-risiko yang berpotensi muncul karena jemaah yang banyak itu harus diantisipasi,’’ katanya. Termasuk potensi banyaknya jemaah haji yang wafat. Ace mengatakan, tahun lalu ada 116 jemaah wafat asal Jawa Barat. (ris/wan/c18/bay)