Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyoroti wacana Pemerintah terkait pembatasan pembelian BBM bersubsidi dengan tujuan agar bantuan yang digelontorkan tepat sasaran. Ia meminta Pemerintah untuk melakukan sosialisasi yang jelas terkait wacana tersebut agar tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
"Sebenarnya kami sambut baik wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi tersebut, namun jangan sampai membuat keresahan dan kekhawatiran bagi masyarakat yang memang pantas menerima subsidi," kata Eddy kepada wartawan, Senin (15/7).
Eddy menjelaskan, wacana itu sebenarnya sudah didorong Komisi VII DPR sejak tiga tahun lalu. Sebab DPR menilai ada langkah yang kurang tepat dalam penyaluran BBM bersubsidi selama ini.
Hal ini mengingat banyak masyarakat yang mampu dan tidak pantas menerima subsidi yang justru ikut menikmati.
"Alhamdulillah, tidak ada kata terlambat. Memang kami sudah menyuarakan agar subsidi BBM itu dievaluasi sejak tiga tahun lalu. Karena 80 persen pengguna pertalite BBM bersubsidi itu masyarakat yang tidak berhak," ucap Eddy.
Menurut Eddy, Pemerintah harus satu suara saat hendak mengeluarkan kebijakan. Ia tak ingin ada informasi yang simpang siur menimbulkan ketidakjelasan, sehingga masyarakat menjadi bingung.
“Pemerintah perlu mengkomunikasikan kebijakan ‘pembatasan BBM bersubsidi’ ini secara baik kepada publik agar jangan sampai menimbulkan kebingungan bahwa seluruh kelompok masyarakat akan dibatasi pembelian BBM bersubsidi. Jangan bikin resah rakyat," ujar Eddy.
“Jadi yang dikurangi adalah kelompok masyarakat yang berhak membeli BBM bersubsidi dan bukan pengurangan volume BBM bersubsidi,” sambungnya.
Eddy menegaskan, sosialisasi yang jelas diperlukan masyarakat agar tidak ada wacana lain yang berkembang seperti misalnya isu kenaikan harga BBM. Jika tak ada kejelasan informasi, hal tersebut akan membuat masyarakat semakin resah.
"Saya sempat mendengar keluh kesah masyarakat yang memang pantas mendapatkan subsidi. Mereka khawatir akan adanya kenaikan harga BBM dan membuat keadaan ekonomi semakin sulit seperti mencari pekerjaan dan naiknya harga barang pokok," ucap Eddy.
Eddy menilai dengan kompensasi Jenis BBM Tertentu (JBT-Solar) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP-Pertalite) tahun 2024 yang diperkirakan mencapai senilai Rp 163 triliun tapi digunakan oleh masyarakat mampu sebanyak 80 persen dari kuota subsidi, hal itu membuat negara dan masyarakat yang membutuhkan rugi.
"Pasalnya volumenya naik setiap tahun, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Jika tidak dikelola secara ketat, Pemerintah akan menanggung subsidi yang lebih besar lagi ke depannya, yang sayangnya tidak tepat sasaran," pungkasnya.