• Senin, 22 Desember 2025

Target Bebas Kemiskinan di Indonesia Jauh dari Harapan, Masih Ada 15 Provinsi dengan Kemiskinan Ekstrem

Photo Author
- Selasa, 27 Agustus 2024 | 11:52 WIB
ilustrasi kemiskinan
ilustrasi kemiskinan

Target nol persen kemiskinan ekstrem pada 2024 sepertinya masih jauh dari harapan. Pasalnya, di empat bulan tersisa, masih ada 15 provinsi yang angka kemiskinan ekstremnya masih di atas rata-rata nasional. Pemerintah tentu harus bekerja keras. Terlebih, dari 15 provinsi tersebut, lima tertinggi berada di tanah Papua. Di mana, kemiskinan ekstrem paling besar berada di Papua Pegunungan dengan persentase sebesar 7,14 persen. Disusul Papua Tengah sebesar d6,41 persen.

Selain itu, yang cukup mengagetkan. Ada satu provinsi di Pulau Jawa yang angka kemiskinan ekstremnya masuk dalam list tersebut. Yakni, Jawa Tengah dengan angka kemiskinan ekstrem mencapai 0,87 persen. Beda tipis dengan angka rata-rata nasional sebesar 0,83 persen. Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono mengungkapkan, angka tersebut merupakan potret di lapangan per Maret 2024. Angka tersebut pun bukan tanpa penurunan dibanding tahun sebelumnya. Untuk Jawa Tengah misalnya. Ateng menyebut, ada penurunan cukup signifikan. Yakni, dari 1,11 persen menjadi 0,87 persen.

Saat ini pun, tercatat ada 25 provinsi yang angka kemiskinan ekstremnya sudah berada di atas rata-rata nasional. “Sejak Maret 2014 hingga Maret 2024 angkanya sebenarnya terus mengalami penurunan. Pada Maret 2024, angka kemiskinan ekstrem sudah menyentuh angka 0,83 persen. Sementara pada Maret 2014 berada di angka 6,18 persen,” tuturnya pada diskusi Capaian Penanganan Kemiskinan Ekstrem di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (26/8/2024). Menurutnya, untuk bisa mengatasi kemiskinan ekstrem ini secara tepat tentu diperlukan data yang akurat. Pada Inpres Nomor 4 Tahun 2022,BPS ditugaskan untuk melakukan evaluasi perkembangan penghapusan kemiskinan ekstrem yang merupakan bagian dari survei sosial dan ekonomi nasional.

Dari survei yang ada, ada beberapa catatan penting yang bisa digunakan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan ekstrem ini. ditilik dari pendidikan, ternyata mereka yang berada dalam lingkaran kemiskinan ekstrem ini 41,82 persen hanya berpendidikan maksimal SD. Kemudian, 30,24 persen lainnya, bahkan tidak tamat SD. Sisanya, hanya sekolah sampai jenjang SMP 16,01 persen dan SMA ke atas sebanyak 11,93 persen.

”Rata-rata lama sekolah Kepala Rumah Tangga Miskin Ekstrem adalah 5,66 tahun. Artinya, SD saja belum lulus,” ungkapnya. Kemudian, rata-rata usianya Kepala Rumah Tangga miskin ekstrem ini 53,24 tahun dengan jumlah anggota keluarga 4-5. Dari kondisi ini, ia merekomendasikan agar dilakukan peningkatan kualitas mutu modal manusia pada rumah tangga miskin ekstrim agar dapat memutus mata rantai kemiskinan. Hal ini bisa dilaksanakan melalui sentuhan beasiswa untuk mereka hingga perguruan tinggi. Selain itu, diketahui pula bahwa persentase penduduk miskin ekstrem usia 15 tahun ke atas menurut status kerja justru bukan disandang mereka yang pengangguran. Dari data, mereka yang terjebak kemiskinan ekstrem ini adalah yang bekerja. Ya, 52 persen mereka merupakan pekerja.

Lalu, mengapa masih miskin bahkan miskin ekstrem? Ateng mengungkapkan, hal itu terjadi lantaran pendapatan yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Mereka kebanyakan bekerja di bidang pertanian, yang diduga bekerja tidak dibayar karena lahan milik keluarga.

”Rekomendasi yang diberikan adalah meningkatkan skala usaha, meningkatkan kualitas pekerjaan, hingga kebijakan upah buruh,” jelasnya. Di sisi lain, dari catatan BPS, ada karakter khusus yang juga perlu diperhatikan. Di mana, untuk kategori anggota rumah tangga tunggal yang masuk dalam miskin ekstrem ini diketahui merupakan lansia dengan rata-rata usia 71,64 persen. Sebagian besar dari mereka merupakan perempuan dan tidak bekerja. BPS merekomendasikan agar kelompok ini bisa ditanggung sepenuhnya oleh negara. Hal ini bisa dijangka melalui program perlindungan sosial khusus lansia. Dalam kesempatan yang sama, Deputi I Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemenko PMK Nunung Nuryartono mengatakan, pemerintah masih optimis dan terus bekerja keras mengejar target nol persen kemiskinan ekstrem pada tahun ini. Pihaknya pun telah melakukan rapat koordinasi dengan daerah untuk mengevaluasi program penanganan yang sudah bergulir dan mendorong pemda agar kerja cepat menekan angka kemiskinan ekstremnya.

Selain itu, Nunung mengungkapkan, ada wacana untuk kembali memberi insentif fiskal kepada pemda dalam upaya penanganan dan penghapusan kemiskinan ekstrem ini. Rencananya, dana insentif fiskal digunakan hanya pada kegiatan yang langsung menangani, terutama peningkatan pendapatan masyarakat yang masuk dalam lingkaran kemiskinan ekstrem tersebut.

”Dana insentif fiskal betul-betul harus digunakan untuk penghapusan kemiskinan ekstrem hingga akhir tahun,” tegasnya. Diharapkan, dana insentif fiskal bisa disalurkan pada September. Dengan begitu, pemda memiliki waktu yang cukup untuk memanfaatkan kucuran dana tersebut dalam mengejar target nol persen kemiskinan ekstrem. (mia/jpg)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

X