politik

Bawaslu Kotim Akui Cium Aroma Permainan Politik Uang, tapi Sulit Ditindak

Indra Zakaria
Kamis, 8 Februari 2024 | 11:26 WIB
ilustrasi uang

 

Upaya pengekangan hak suara warga yang harusnya bebas memilih tanpa tekanan kian masif dilakukan tim sukses calon anggota legislatif di Kabupaten Kotawaringin Timur. Mereka menyebutnya sebagai upah pencoblosan, dengan syarat harus memilih caleg yang diminta pemberi uang. Radar Sampit menerima informasi warga yang dihebohkan dengan tim sukses caleg yang mulai membagi-bagikan uang. Nominalnya mulai dari Rp150-350 ribu.

Baca Juga: Kasus Politik Uang di Nunukan, Caleg SR Divonis Sebulan, Penasihat Hukum Pikir-Pikir

”Saya di Baamang sudah ditawari Rp300 ribu untuk caleg. Tapi, ternyata calegnya ada DPRD kabupaten, provinsi, sampai DPR RI. Saya tidak mau ambil. Saya bilang itu terlalu kecil. Kecuali Rp500 ribu saya ambil,” kata MA, seorang ibu rumah tangga di Sampit. Warga lainnya mengaku ada yang menerima uang sebesar Rp150 ribu. Uang itu untuk caleg kabupaten dapil Baamang. Dianggap sebagai pengganti uang lelah warga turun ke tempat pemungutan suara. ”Kebetulan saya ini tukang bangunan. Katanya dikasih senilai upah sehari kerja. Saya lihat ada Rp150 ribu,” ujarnya.

Di wilayah MB Ketapang, uang yang disebut-sebut dari caleg juga mulai beredar. Nominalnya Rp200 ribu. ”Sudah ada yang memberikan paketan uang Rp200 ribu beserta dengan kartu nama calegnya. Dan itu saya ambil karena memang perlu uang,” kata seorang pekerja swasta yang meminta namanya tak disebutkan. Sementara itu, Ketua Bawaslu Kotim Muhamad Natsir tak membantah telah mendengar kabar politik uang yang mulai dimainkan. Praktik itu sulit terungkap karena masyarakat seolah bungkam, tak melaporkan uang yang diterimanya meski menyalahi aturan.

”Aromanya memang tercium. Isunya sudah terdengar beredar ada masyarakat yang menerima sejumlah uang untuk membeli suara. Kami sudah membahas ini di Gakkumdu. Mengawasi praktik politik uang lebih mudah apabila tertangkap tangan,” katanya, Senin (5/2/2024). Setiap masa pemilu, lanjutnya, Bawaslu Kotim belum pernah menerima laporan dari masyarakat terkait politik uang yang diberikan oleh peserta pemilu. ”Di atas tahun 2014 belum ada laporan masyarakat terkait politik uang yang terjadi di Kotim. Yang ada laporan kecurangan saat hitung suara,” ujarnya.

Menurut Natsir, politik uang bisa diberantas apabila ada kerja sama dengan masyarakat. Jika masyarakat memilih bungkam dan tidak mau melaporkan, akan sulit ditindaklanjuti, karena masih samar-samar tanpa adanya bukti. ”Jadi, dalam persoalan politik uang perlu keterlibatan langsung dari masyarakat untuk melaporkan ke kami. Masyarakat diharapkan ikut mengawasi dan pelapor juga pasti kami berikan perlindungan. Setiap pelanggaran pemilu termasuk dugaan politik uang bisa ditindaklanjuti dengan syarat ada pelapor, terlapor yang disertai bukti. Selama ini belum ada laporan terkait itu,” katanya.

Natsir menambahkan, upaya pencegahan sejatinya telah dilakukan pihaknya. Misalnya dalam kegiatan musrenbang, pihaknya ikut serta memberikan pemahaman pendidikan politik kepada masyarakat. Bagaimana sikap masyarakat yang harus dilakukan ketika ada peserta pemilu yang memberikan uang. ”Pengalaman kami pemilu sebelumnya, kami patroli melakukan pengawasan saat minggu tenang. Mereka tahu ada Bawaslu, menghindar. Ada yang memberi uang tunai atau transfer melalui rekening. Itu pun susah pembuktiannya,” kata Natsir.

Apabila Bawaslu Kotim dapat menemukan adanya pelanggaran politik uang yang dilakukan peserta pemilu, jelasnya, pemberi terancam pidana sebagaimana diatur UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam aturan itu, sanksi yang dikenakan ketika seseorang terlibat politik uang saat kampanye, yakni pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta. Sanksi politik uang ketika masa tenang, penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta. Kemudian, sanksi pelaku politik uang pada hari pemungutan suara, pidana penjara maksimal tiga tahun dan denda Rp36 juta. Selain sanksi pidana dan denda, seseorang yang terbukti melakukan politik uang, otomatis akan terdiskualifikasi dari penyelenggaraan pemilu. ”Sanksi sesuai aturan ini hanya ditujukan kepada pemberi. Penerima uang tidak,” ujarnya. Menurut Natsir, selama kampanye, peserta pemilu masih diperbolehkan membagikan atau memberikan bahan kampanye, seperti kalender, kerudung, cangkir, kaos atau bahan kampanye lainnya. Barang itu termasuk bahan kampanye sesuai PKPU 15 Tahun 2023 tentang Kampanye.

”Asalkan bahan kampanye yang dibagikan per orang yang menerimanya tidak melebihi nominal Rp100 ribu,” jelasnya. (ang/hgn/ign)

Tags

Terkini

Bupati Kukar Aulia Rahman Gabung Partai Gerindra

Senin, 24 November 2025 | 09:59 WIB