• Senin, 22 Desember 2025

Wali Kota Samarinda Kritisi Metode Penagihan BPJS Kesehatan

Photo Author
Indra Zakaria
- Selasa, 14 Januari 2025 | 09:53 WIB
Ilustrasi pelayanan di BPJS Kesehatan.
Ilustrasi pelayanan di BPJS Kesehatan.

Pemkot Samarinda kini menghadapi tantangan baru dalam menyelesaikan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 17 miliar sejak 2020. Masalah ini terungkap dalam agenda hearing antara DPRD Samarinda dan BPJS Kesehatan pada Senin (6/1) lalu di Kantor DPRD Samarinda.

Menurut Kepala Cabang BPJS Kesehatan Samarinda, Citra Jaya, implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 menjadi salah satu penyebab utama munculnya angka itu. Peraturan tersebut memperbesar komponen iuran pegawai, namun sempat tertunda pelaksanaannya karena anggaran pemerintah fokus pada penanganan pandemi Covid-19. Ia juga menegaskan seluruh pegawai Pemkot Samarinda telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Baca Juga: Lumayan Banyak ..!! Pemprov Kaltara Siapkan Rp 30 M untuk Dukung Makan Bergizi Gratis

"Kami berharap pemerintah tetap berkomitmen menyelesaikan tunggakan ini secara bertahap di tahun ini," ungkap Citra. Wali Kota Samarinda Andi Harun pun memiliki pandangannya tersendiri terkait persoalan tersebut.

Ia mengkritisi metode penagihan BPJS Kesehatan yang menggunakan estimasi data kelahiran bayi, sehingga menciptakan beban utang bagi daerah.

"Padahal bayinya saja belum lahir. Ini yang kami nilai perlu evaluasi mendalam," ungkap Andi Harun. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihaknya berencana membawa kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Wilayah IV. Ia berharap arahan dari KPK dapat memberikan kejelasan mengenai mekanisme penagihan yang lebih transparan dan sesuai hukum.

"Pendekatan kami adalah berkonsultasi dengan KPK, Kemendagri, dan BPK untuk memastikan mekanisme penagihan yang digunakan saat ini tidak memberatkan pemerintah daerah," tambahnya.

Pasalnya dari tunggakan BPJS tersebut kini berimbas terhadap Dana Alokasi Umum (DAU), yang dapat dipotong oleh pemerintah pusat jika utang tidak dilunasi. Hal ini dinilai dapat mengganggu stabilitas anggaran kota, terutama bagi daerah dengan APBD kecil. Ia berharap tagihan BPJS Kesehatan di masa depan lebih akurat dan berdasarkan data faktual, bukan sekadar estimasi.

“Kami ingin memastikan bahwa beban iuran ini tidak menjadi momok bagi daerah," pungkas Andi Harun. (hun)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: sapos.co.id

Tags

Rekomendasi

Terkini

X