• Senin, 22 Desember 2025

Transportasi Umum yang Layak Jadi Pekerjaan Rumah Pemkot Samarinda

Photo Author
Indra Zakaria
- Selasa, 21 Januari 2025 | 11:30 WIB
MULAI DITINGGALKAN. Jejeran angkot yang sedang menggelar aksi unjuk rasa, beberapa tahun lalu. Jenis angkot ini menjadi satu-satunya moda transportasi umum yang menghubungkan antar tempat warga
MULAI DITINGGALKAN. Jejeran angkot yang sedang menggelar aksi unjuk rasa, beberapa tahun lalu. Jenis angkot ini menjadi satu-satunya moda transportasi umum yang menghubungkan antar tempat warga

Samarinda kini menghadapi darurat transportasi umum di tengah kebutuhan mobilitas masyarakat yang semakin meningkat. Meski masih terdapat angkutan kota (angkot) yang beroperasi, sebagian besar kondisinya sudah tidak layak jalan.

Pemerintah seharusnya mengambil langkah serius untuk menyediakan transportasi umum yang murah, layak, dan terjangkau, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Baca Juga: Larangan Siswa Membawa Kendaraan ke Sekolah Jangan Ditunda-Tunda, Transportasi Massal akan Disiapkan Bertahap

Hal ini disampaikan oleh Tiopan Henry Gultom, Akademisi Fakultas Teknik Universitas Mulawarman sekaligus Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Kaltim. Ia menyoroti kebutuhan mendesak untuk menyediakan angkutan umum yang layak di Samarinda.

“Pemerintah harusnya memberikan resolusi bagi masyarakat menengah yang membutuhkan angkutan umum murah, terjangkau, dan berkualitas,” ujar Tiopan.

Masyarakat Terbebani Biaya Transportasi

Hasil penelitian Tiopan bersama mahasiswanya menunjukkan bahwa 40 persen penghasilan masyarakat digunakan untuk transportasi. Padahal, banyak warga yang penghasilannya di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Samarinda sebesar Rp 3,7 juta.

Kondisi ini diperparah dengan kebijakan Pemkot Samarinda yang menaikkan tarif parkir, seperti tertuang dalam Surat Keputusan Wali Kota Samarinda Nomor 500.11.33/440/HK-KS/XII/2024.

Kebijakan tersebut, yang diterapkan di beberapa mal seperti City Centrum dan akan diperluas ke lokasi lain, bertujuan mendorong masyarakat beralih ke transportasi umum. Namun, Tiopan mengkritik langkah ini sebagai tidak efektif.

“Kenapa tidak menyediakan transportasi umumnya terlebih dahulu, baru memberlakukan kebijakan seperti itu,” tegasnya.

Tiopan juga menekankan bahwa masyarakat sudah cukup terbebani oleh pajak daerah, termasuk pajak kendaraan, sehingga mereka berhak mendapatkan fasilitas transportasi umum dari pemerintah.

“Bukan dengan menaikkan tarif parkir semata untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) tanpa memberikan solusi bagi masyarakat,” katanya. Ia menyarankan agar Pemkot dan Pemprov Kaltim segera menyediakan transportasi umum, dengan kemungkinan memberikan subsidi jika anggaran menjadi kendala.

Tiopan mengutip contoh dari provinsi lain, seperti Pekanbaru yang mengalokasikan 5 persen APBD untuk transportasi umum, dan Jawa Tengah yang memberikan subsidi Rp 100 miliar untuk kabupaten/kotanya. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: sapos.co.id

Tags

Rekomendasi

Terkini

X