PROKAL.CO, SAMARINDA-Keberadaan tugu siluet ikan pesut di simpang empat Mal Lembuswana, Samarinda, kini memancing banyak perhatian. Tidak hanya masyarakat Kota Tepian -- sebutan Samarinda--, bahkan pembangunannya juga sempat menjadi buah bibir satu Tanah Air, saat disandingkan dengan bangunan Kantor Desa Rancang yang dibangun senilai Rp 2 miliar.
Sedangkan tugu yang ada saat ini menghabiskan anggara Rp 1,1 miliar. Di sisi lain, di mata awam memang tak sedikit melihat landmark itu justru kurang menggambarkan seekot pesut.
Baca Juga: Tugu Pesut Dikritik, Sudah Tak Mirip Pesut Juga Dianggap Tak Prioritas, Wali Kota: Kritik Itu Obat
Dari tanggapan yang beragam ini pun menjadi masukan tersendiri bagi perancang yang telah ditunjuk oleh Pemkot Samarinda. Dalam hal ini arsitek sekaligus perencana CV Evolution Vergian Septiandy mengatakan, pihaknya sangat terbuka dengan masukan masyarakat, bahkan terkenal di berbagai media nasional.
Namun di satu sisi, ia menjelaskan bahwa landmark yang terbangun saat ini sebenarnya menjadi ajang bagi pihaknya untuk melakukan edukasi terhadap pembangunan yang mengusung tema ramah lingkungan.
Tak banyak yang tahu bahwa material yang digunakan untuk pembangunan tugu setinggi 8 meter itu menggunakan bahan dasar High Density Polyethylene (HDPE), seperti yang ada di dalam pembuatan pipa-pipa air.
Baca Juga: BRI Microfinance Outlook 2025: Pilar Inklusivitas Ekonomi yang Berkelanjutan
“Kalau dikalkulasikan itu bisa memanfaatkan 16.500 limbah plastik, yang terurainya bisa sampai ratusan tahun,” ungkap pria yang akrab disapa Egi, Senin (20/1). Ke depannya pembangunan seluruh kota di dunia memang diarahkan mengedepankan konsep green building (pembangunan hijau).
Sehingga ia mengartikan, di Samarinda ini dimulai dari pembangunan tugu tersebut.
Tidak hanya menempatkan siluet pesut, tugu ini juga berfungsi sebagai taman mini bagi para pejalan kaki. Sebab selama ini fasilitas penyeberangan jalan di Simpang Mal Lembuswana seakan terlihat hanya menjadi pajangan.
“Di tugu itu ada tamannya, jadi kalau ada penyeberang jalan bisa lewat situ dan bisa ke segala arah,” tuturnya.
Baca Juga: Kapal Wisata Tenggelam di Sungai Mentaya, Pemkab Kotim Rugi Ratusan Juta
Ia pun berharap dari pembangunan ini bisa mengenalkan kepada masyarakat pembangunan yang tidak hanya estetis namun juga edukatif lantaran menggunakan bahan material ramah lingkungan.
Hal senada juga diungkapkan Manajer proyek Ali Rossit yang menyebutkan bahwa pembangunan tugu ini melibatkan banyak pihak, termasuk seniman dan desainer lokal. Warna merah cerah yang mendominasi tugu ini bukan hanya memberikan daya tarik visual, tetapi juga simbol keberanian untuk memulai perubahan.
Tidak hanya mempercantik kota, tetapi juga membawa pesan konservasi lingkungan.