• Senin, 22 Desember 2025

Lahan Industri di Palaran Terancam Aktivitas Tambang, Pemerintah Diminta Tegas Bertindak

Photo Author
Indra Zakaria
- Sabtu, 15 Februari 2025 | 13:00 WIB
RUSAK PARAH. Lahan milik seorang warga di kawasan Bukuan Kecamatan Palaran yang terimbas aktivitas tambang batu bara di sekitarnya. (IST)
RUSAK PARAH. Lahan milik seorang warga di kawasan Bukuan Kecamatan Palaran yang terimbas aktivitas tambang batu bara di sekitarnya. (IST)

 

Hingga saat ini dampak penggalian tambang batu bara di Kota Samarinda masih terasa. Terutama pada lahan-lahan masyarakat yang berada di kawasan pinggiran. Padahal di dalam setiap kawasan telah ditetapkan peruntukannya. Hal ini mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 7 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda Tahun 2023-2042.

Salah satunya di Kecamatan Palaran yang diarahkan untuk pembangunan industri. Namun tak sedikit juga aktivitas penggalian batu bara masih aktif hingga saat ini. Dampaknya hingga ke lahan milik salah seorang warga Bukuan, Andri.

Baca Juga: Senin Hingga Selasa, Perumdam Kuras IPA Tirta Kencana

Padahal ke depannya lahannya tersebut akan diperuntukkan suatu kegiatan perindustrian. Hanya saja dampak dari aktivitas pertambangan di sekitarnya membuat lahan milik Andri, menjadi rusak lantaran tidak ada kegiatan reklamasi yang maksimal dari perusahaan-perusahaan tambang di sekitarnya.

“Ada lahan yang sudah longsor, jadi kami tidak bisa memulai kegiatan itu,” ujar Andri. Dirinya sendiri sudah berupaya untuk meminta pertanggungjawaban kepada perusahaan batu bara yang beraktivitas di sekitar lahannya. Namun tidak juga mendapat kejelasan atas lahan miliknya yang kini terkena dampak.

“Saya juga sudah berupaya mencari kejelasan penanganan bahkan sejak tahun 2023, karena sekalipun ada penanganan sampai saat ini tidak maksimal karena aktivitas tambangnya masih berjalan,” terangnya.

Atas hal tersebut, Anggota DPRD Kota Samarinda Anhar yang juga selaku wakil rakyat perwakilan daerah pilihan (dapil) Palaran meminta, agar permasalahan ini ditanggapi secara serius. Terutama dari pemerintah daerah yang semestinya bisa bersikap tegas, dalam menindak perusahaan tambang yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan reklamasi.


“Di dalam tata ruang kita, kan sudah berkomitmen tahun 2026 tidak boleh lagi ada aktivitas tambang. Kalau tidak bisa, buang saja dokumen RTRWnya ke sungai kalau tidak bisa ditepati,” ungkap Anhar.

Dirinya mengatakan dampak eksploitasi pertambangan batu bara kini sudah banyak merugikan masyarakat sekitar. Termasuk para pemilik lahan yang seharusnya diarahkan untuk pengembangan kawasan industri.

Dirinya menyinggung kinerja inspektur tambang serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kaltim yang seharusnya bisa bersikap tegas menghentikan kegiatan pertambangan yang merusak lingkungan.

“Kenapa pemerintah daerah tidak tutup buku dulu dan desak ke pusat untuk menghentikan aktivitas tambang. Kalau soal potensi galian sampai kapan pun akan selalu ada. Ini permasalahan kerusakan lahan hingga banjir yang terjadi dimana-mana,” tuturnya.

Sehingga ia pun menegaskan agar peruntukan kawasan industri di Palaran harus dibarengi dengan tindakan. Terlebih ia juga sebelumnya mengetahui belum lama ini Pemkot Samarinda telah melakukan ground breaking atau peletakan batu pertama di kawasan Bukuan, Palaran untuk membangun pelabuhan multipurpose.

“Sementara kerusakan lingkungan tentu akan berdampak pada kegiatan investasi yang akan berjalan ke depannya,” pungkasnya. (*)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: sapos.co.id

Tags

Rekomendasi

Terkini

X