PROKAL.CO-Hari Bumi 2025 ini mempunyai tema "Our Power, Our Planet" atau "Kekuatan Kita, Planet Kita".
Lewat tema ini hendak ditekankan pentingnya peran kolektif semua orang—individu, komunitas, dan organisasi—dalam mendukung penggunaan energi terbarukan untuk melindungi bumi.
Semua didorong untuk meningkatkan kesadaran dan aksi nyata dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dengan memanfaatkan sumber energi yang ramah lingkungan, seperti angin, matahari, air, dan biomassa.
Hari Bumi tahun ini seharusnya menjadi momen bagi XR (Extinction Rebellion) Kaltim Bunga Terung, Imapa (Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam) Unmul dan Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) UMKT, melakukan perayaan terhadap keberlanjutan dan komitmen kolektif untuk melindungi lingkungan, sumber daya alam, keberagaman energi dan masa depan bumi serta manusia dan seisi alam lainnya.
Namun, di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), peringatan ini justru membawa refleksi pahit tentang dampak destruktif industri tambang batu bara yang terus merenggut nyawa dan merusak ekosistem.
Sejak 2001, lubang-lubang bekas tambang yang dibiarkan terbuka telah menyebabkan sedikitnya 51 manusia kehilangan nyawa akibat tenggelam dan mayoritas di antaranya adalah anak-anak.
Ada ratusan lubang di Samarinda, bahkan mencapai ribuan lubang di Kaltim yang dibiarkan tanpa pengawasan dan tanda peringatan apapun yang menunjukkan bahayanya lubang bekas tambang itu.
Baca Juga: Kurir 30 Kg Sabu dan Ribuan Ekstasi Ini Divonis Bebas, Seperti Ini Fakta Sebenarnya
Kelurahan Makroman, Kecamatan Sambutan, dikenal sebagai kawasan lumbung pangan Kota Samarinda menjadi sebuah contoh nyata bagaimana operasi tambang menyingkirkan lahan produksi dan sumber mata air untuk persawahan dan perikanan.
Sawah yang dulu menghijau, kini merana karena sering tergenang banjir yang membawa lumpur tambang.
Namun disisi lainnya, saat hari tak hujan, sawah kekurangan air.