Keresahan masyarakat terhadap bahan bakar minyak (BBM) yang diduga menyebabkan motor brebet memang mulai mereda. Namun, belum ada kajian ilmiah yang secara resmi menjamin kualitas BBM saat ini benar-benar aman atau sebaliknya.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, pada Senin (5/5), mengumumkan bahwa pihaknya telah melakukan uji laboratorium secara independen untuk memastikan kelayakan BBM yang beredar di masyarakat. Pengujian ini melibatkan tim ahli kimia dari perguruan tinggi di Kalimantan Timur dan Pulau Jawa.
recommended by
Brainberries
Dari 8 Pasangan Artis Ini, Siapa yang Pernikahannya Bikin Kaget?
Pelajari Lebih
Dalam konferensi pers yang digelar kemarin, Andi Harun memaparkan bahwa pengujian sampel dari Terminal Patra Niaga, SPBU Jalan Slamet Riyadi, dan SPBU Jalan APT Pranoto menunjukkan hasil yang aman. Pengujian tersebut dilakukan pada 12 April lalu, tepat setelah momen Idulfitri. “Pengujian juga dilakukan pada H-3 hingga H+7, dan hasilnya sesuai dengan standar,” ujarnya.
Namun, Pemkot tak berhenti sampai di situ. Penelitian dilanjutkan pada tiga unit sepeda motor yang mengalami gejala brebet, seluruhnya menggunakan BBM jenis Pertamax yang seharusnya memiliki RON (Research Octane Number) 92. Hasilnya, hanya satu motor yang mendekati standar dengan RON 91,6. Dua lainnya menunjukkan angka lebih rendah, yaitu RON 89,6 dan 86,7.
“Kami kemudian lanjutkan pengujian dari kendaraan dengan RON tertinggi,” jelas Andi Harun. Dari hasil uji kandungan BBM pada motor tersebut, ditemukan adanya zat-zat yang tidak seharusnya ada, termasuk timbal sebesar 66 ppm, kandungan air, dan senyawa aromatik. Zat-zat ini dapat memicu gangguan pada sistem pembakaran kendaraan dan diduga kuat menjadi penyebab utama motor brebet.
“Ini bukan karena tangki motor yang kotor, melainkan karena kualitas BBM yang memang rusak,” tegasnya. Andi Harun menambahkan, sebagian besar tangki motor saat ini berbahan dasar plastik seperti polietilena atau polipropilena, sehingga kecil kemungkinan penyebab berasal dari material tangki. Ia menyatakan hasil uji ilmiah ini akan diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
“Karena bukan kapasitas saya untuk menyalahkan pihak tertentu,” ujarnya.
Sementara itu, Alwathan, dosen kimia dari Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) yang tergabung dalam tim penguji, membenarkan adanya uji laboratorium terhadap kandungan BBM, khususnya yang beredar di masyarakat dan diduga menyebabkan kerusakan kendaraan.
Ia menegaskan bahwa dalam Pertamax memang terdapat zat aditif untuk menaikkan oktan. Namun, kandungannya harus disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan dalam SK Dirjen Migas Nomor 367K/24/BJM/2006. “Fungsi aditif memang untuk meningkatkan oktan, tapi sekarang zat timbal tidak boleh lagi digunakan. Itu sudah dilarang,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa masyarakat selama ini hanya mengenali BBM berdasarkan warna: Pertalite hijau, Pertamax biru, dan Pertamax Turbo merah. Namun, warna bukan penentu kualitas. Kandungan di dalamnya justru yang menentukan aman atau tidaknya BBM tersebut.
Meski demikian, Alwathan memastikan bahwa sejak pengujian 12 April lalu, BBM dari SPBU yang diuji berada dalam kondisi baik. Ia mengimbau masyarakat tetap waspada dan mengawasi langsung distribusi BBM, khususnya oleh SPBU dan Pertamina. “Kalau warnanya terlihat keruh, itu bisa jadi pertanda adanya endapan yang tidak baik,” pungkasnya. (hun/beb)