• Senin, 22 Desember 2025

Tiga Tahun Berlalu, Keadilan untuk Pelapor Dugaan Cabul Oknum Dosen di Unmul Belum Juga Datang

Photo Author
- Rabu, 30 Juli 2025 | 15:45 WIB
ilustrasi hukum
ilustrasi hukum

 

SAMARINDA- Pelapor sekaligus pendamping kasus dugaan pencabulan oleh oknum dosen di Unversitas Mulawarman, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman; Pusat Studi Hukum Perempuan dan Anak (PUSHPA) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman; Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman; dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, mempertanyakan kelanjutan proses hukum.

"Sudah tiga tahun berlalu, namun keadilan untuk pelapor kasus ini belum juga datang," kata Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (LKBH FH Unmul), Nur Arifudin. Dalam kasus ini ada tiga pelapor perempuan yang seluruhnya merupakan mahasiswa aktif saat kejadian. Hingga saat ini, perkara yang telah dilaporkan sejak tahun 2022 tidak menunjukkan perkembangan berarti dalam proses penegakan hukumnya, meskipun telah melewati sejumlah tahapan formil dalam sistem hukum pidana.

Nur menjelaskan, perjalanan panjang yang telah ditempuh oleh para pelapor dalam memperjuangkan keadilan tidaklah singkat. Kronologi berikut menunjukkan bagaimana proses hukum telah dijalani dengan itikad baik, namun belum juga
membuahkan hasil yang pasti:

Untuk diketahui, perkara ini bermula dari dugaan tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh seorang dosen aktif Universitas Mulawarman terhadap tiga orang
mahasiswi Fakultas Kehutanan yang saat itu sedang menyelesaikan tugas akhir.

Ketiga pelapor secara resmi mengajukan permohonan pendampingan hukum ke LKBH FH Unmul, dan ditindaklanjuti dengan membuat laporan polisi di Polresta Samarinda pada tanggal 29 Agustus 2022 dengan Nomor: 4164/UN17.8/AM/2022. Proses penyidikan baru dilakukan hampir satu tahun kemudian, yaitu pada
6 Juli 2023, dan dilanjutkan dengan penyidikan lanjutan pada 7 Desember 2023.

Selanjutnya, berkas perkara diserahkan ke Kejaksaan Negeri Samarinda, namun justru mengalami pengembalian berulang dengan alasan formalitas dan kelengkapan materiil. P-19 pertama dengan Nomor: B-333H/0.4.11.3/Eku.1/01/2024
tertanggal 22 Januari 2024; P-19 kedua dengan Nomor: B-15590/0.4.11.3/Eoh 1/04/2024 tertanggal 05 April 2024; Lalu keluar surat P-20 dengan Nomor: B-3798Q/O.4.11.3/Eku.1/09/2024 tertanggal 02 September 2024, menandai batas waktu penyidikan. P-19 ketiga muncul pada 2 Januari 2025 dengan Nomor: B-17
D/0.4.11.3/Eku.1/01/2025, disertai pengembalian berkas dan hasil koordinasi internal kejaksaan yang menyatakan unsur belum terpenuhi.

Sejak dilaporkannya perkara ini, LKBH FH UNMUL jelas Nur, telah bersikap proaktif dan kooperatif dalam menjalani seluruh proses penanganan perkara. Tiga kali audiensi resmi telah dilakukan LKBH FH UNMUL ke Kejaksaan Negeri Samarinda, terhitung sejak akhir tahun 2024 hingga pertengahan 2025, dengan tujuan untuk memperoleh kejelasan status perkara dan langkah hukum selanjutnya.

"Namun, dari ketiga upaya audiensi tersebut belum membuahkan hasil konkret sebagaimana diharapkan. Ketidakpastian hukum yang berlangsung lebih dari tiga tahun ini mencerminkan kelalaian serius dari aparat penegak hukum dalam menjalankan mandat konstitusionalnya. Kejaksaan Negeri Samarinda secara nyata telah melampaui kewenangannya dengan membuat penilaian substantif terhadap isi
perkara, suatu tindakan yang sepenuhnya merupakan domain kekuasaan kehakiman (judicial power)," paparnya.

Ia menegaskan, keputusan untuk menahan perkara di tahap prapenuntutan tanpa dasar yang transparan adalah bentuk pengabaian terhadap hak korban untuk memperoleh akses keadilan. Lebih dari sekadar kelambanan, sikap pasif dan berlarut-larut ini merupakan bentuk pembiaran yang sistemik terhadap kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.

Hal ini tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga menjadi preseden buruk yang memperkuat budaya impunitas bagi pelaku yang memiliki posisi kuasa. Lambannya penanganan perkara ini mencederai prinsip keadilan dan perlindungan hukum bagi korban sebagaimana dijamin dalam KUHP dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang menegaskan hak korban atas pemulihan, pendampingan, dan proses hukum yang adil.

Sikap Kejaksaan Negeri Samarinda yang berulang kali mengembalikan berkas dan
menyatakan perkara ini tidak dapat dilanjutkan merupakan bentuk melampaui
kewenangan yang dimilikinya. Penilaian atas terpenuhi atau tidaknya unsur
pidana adalah ranah pengadilan, bukan jaksa. Hal ini sejalan dengan Putusan MK
No. 130/PUU-XIII/2015, yang menegaskan bahwa hanya hakim yang berwenang
menguji substansi perkara.

Penahanan perkara di tingkat prapenuntutan tanpa alasan transparan dan tanpa progres yang berarti selama lebih dari tiga tahun jelas bertentangan dengan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan sebagaimana diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009. Perlu adanya koordinasi yang baik sehingga proses tindak pidana ini tidak semakin berkepanjangan yang berdampak kepada ketidakpastian hukum dan membuka celah penyalahgunaan kewenangan.

Hal ini juga berdampak langsung pada kondisi psikologis para pelapor yang harus menanggung beban trauma berkepanjangan dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum. Kejaksaan telah mencederai hukum dan keadilan bahkan situasi ini juga dapat menciptakan efek gentar (chilling effect) bagi para korban kekerasan seksual lainnya, yang pada akhirnya memilih bungkam karena merasa negara tidak mampu memberikan perlindungan atau akses keadilan yang layak. Mengingat kompleksitas dan sensitivitas perkara, serta posisi relasi kuasa yang timpang antara terlapor dan para pelapor, kami menilai bahwa sudah sepatutnya kasus ini  mendapatkan perhatian serius dari pihak kejaksaan, kepolisian, maupun
lembaga pengawasan eksternal seperti Komnas Perempuan dan Ombudsman RI.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X