Baca Juga: 26 Puskesmas di Samarinda Siap Laksanakan Cek Kesehatan Gratis
Menurut Fathul, pemerintah digaji menggunakan uang rakyat untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada di negara. Tak terkecuali yang terjadi di IKN. Bukan malah suruh masyarakat kembali. "Mereka dibayar untuk cari solusi, malah masyarakat disuruh cari solusi. Itu goblok,"tegasnya.
Di kesempatan yang sama pula, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Fathur Roziqin Fen menilai bahwa isu IKN ini menjadi sebuah ilusi nasionalisme, yang mana masyarakat ditanamkan pemikiran bahwa percepatan infrastruktur menjadi kebanggan bagi anak bangsa.
"Seolah-olah kemudian itu menjadi representasi dari kebanggaan warga, Padahal di balik gemerlapnya pembangunan itu, adanya keterancaman biodiversity, hilangnya satwa. Kemudian masyarakat adat yang tegusur, sampai dampak-dampak ekologis lainnya. Semua itu nyaris dikaburkan oleh kegemerlapan pembangunan,"jelasnya.
Sehingga perlu memang adanya diskusi masyarakat, khususnya anak muda, agar mereka bisa membuka mata tentang mega proyek IKN ini. Karena IKN ini tidak hanya sekadar proyek yang membuat bangga negara, namun ada penderitaan di balik itu.
Fathur juga menyatakan, kritikan-kritikan terhadap IKN bukan serta merta untuk menolak. Tetapi sebagai pengingat kepada pemerintah. "Tapi yang kita ingatkan adalah dalam perjalanan yang baru singkat ini, dia (pemerintah) sudah melakukan banyak hal yang merusak. Untuk itu, beresin dulu itu dulu. Karena pemerintah di awal mau bilang pembangunan IKN ini mau inklusif, nyatanya tidak."
"Nah upaya kita mengkritik ini bukan upaya untuk menggagalkan. Tapi upaya untuk mengingatkan,"cercanya. Sayangnya, kata Fathur, kenyataan pun tidak seideal yang diharapkan masyarakat. Ketika masyarakat bersuara saja, dianggap menjegal kebijakan negara. Bahkan dianggap sebagai pembangkangan dan ingin menggagalkan IKN. "Apakah mampu kita menjegal kebijakan negara? Emang kita negara apa? Ini rakyat loh! Ini hanya sekelompok kecil masyarakat yang meminta haknya,"pungkasnya. (*)