• Senin, 22 Desember 2025

Terbongkarnya Tambang Batubara Ilegal di Kawasan IKN Bukti Nyata Lemahnya Pengawasan

Photo Author
- Minggu, 20 Juli 2025 | 19:37 WIB
 Bareskrim Polri yang menyita 351 kontainer batubara ilegal, alat berat, serta menangkap tiga tersangka tambang batu bara ilegal di IKN.
Bareskrim Polri yang menyita 351 kontainer batubara ilegal, alat berat, serta menangkap tiga tersangka tambang batu bara ilegal di IKN.

PROKAL.CO, SAMARINDA — Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyoroti kegagalan sistem pengawasan sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba) yang memungkinkan operasi penambangan batubara ilegal di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) dan kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto berlangsung selama hampir satu dekade sejak 2016.

Meskipun pengungkapan oleh Bareskrim Polri patut diapresiasi, kasus ini menjadi bukti nyata celah besar dalam tata kelola minerba, menyebabkan kerugian negara mencapai Rp5,7 triliun—termasuk deplesi batubara Rp3,5 trillun dan kerusakan hutan Rp2,2 triliun.

Kawasan IKN.

PWYP Indonesia mendesak pemerintah untuk bertanggung jawab dan segera melakukan reformasi perbaikan tata kelola pertambangan, khususnya di aspek pengawasan, guna mencegah praktik ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan sumber daya negara.

Peneliti PWYP Indonesia, Adzkia Farirahman disapa akrab Azil menyebut kasus ini bukan sekadar insiden, melainkan indikasi kegagalan pengawasan sektor pertambangan minerba.

"Bagaimana mungkin tambang ilegal bisa beroperasi begitu lama di kawasan prioritas nasional seperti IKN tanpa deteksi dini? Kami mendesak diikuti dengan investigasi menyeluruh terhadap kemungkinan dugaan kuat keterlibatan pihak-pihak terkait, mulai dari penambang, penyedia jasa transportasi, agen pelayaran, perusahaan-perusahan pemilik berizin, operasional pelabuhan maupun pejabat terkait lainnya," jelasnya.

Kasus ini terungkap melalui operasi Bareskrim Polri yang menyita 351 kontainer batubara ilegal, alat berat, serta menangkap tiga tersangka dengan modus menggunakan dokumen palsu dari perusahaan seperti PT MMJ dan PT BMJ untuk menyelundupkan batubara ke pelabuhan.

Adapun modusnya disebutkan bahwa batubara ilegal dikumpulkan terlebih dahulu di stock rom atau gudang, kemudian dikemas menggunakan karung.

Selanjutnya, batu bara itu didistribusikan melalui jalur laut menggunakan kontainer dari Pelabuhan Kalimantan Timur (Kaltim) Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Untuk mengelabui petugas, para pelaku memanfaatkan dokumen resmi dari perusahaan yang memiliki Izin Usaha Produksi (IUP) saat proses pengiriman di terminal Balikpapan. Dokumen tersebut digunakan agar batu bara tampak seolah-olah berasal dari penambangan legal.

Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Kaltim, salah satu anggota koalisi PWYP Indonesia mengapresiasi Bareskrim Polri yang berhasil mengungkap peredaran batubara dari tambang ilegal di Kaltim. Namun ini bukan satu-satunya kasus.

"Masih banyak peredaran batubara dan aktivitas tambang ilegal lainnya di Kaltim yang belum tersentuh. Bukan hanya tiga orang tersangka yang terlibat, harus diusut tuntas siapa pihak lain yang menerima dan menjadi penerima manfaat dari kejahatan ini," jelasnya.

Bagi Pokja 30, kasus ini juga menjadi bukti lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di Kaltim ketika berhadapan dengan korporasi industri tambang yang melanggar hukum, apalagi yang ilegal. Termasuk Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim, Pemerintah Daerah, Otorita IKN, dan Instasi Penegakan Hukum (Gakkum) lainnya — jangan sampai publik berburuk sangka ada apa-apanya hingga Bareskrim Polri yang baru bisa mengungkap masalah ini.

Menurut Buyung, pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Banlil Lahadalia bahwa pengawasan Kementerian ESDM hanya untuk tambang berizin adalah pernyataan tidak penting dan tidak perlu, sekaligus menunjukkan ketidakmampuan menteri untuk mitigasi agar kejadian serupa tidak terulang di daerah lain.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X