internasional

AS Berupaya Jegal Langkah ICC, Hambat Rencana Tangkap Netanyahu

Indra Zakaria
Kamis, 2 Mei 2024 | 12:35 WIB
Benjamin Netanyahu, PM Israel/Times of Israel

 

 

WASHINGTON – Di tengah kekhawatiran PM Israel Benjamin Netanyahu yang akan diseret ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), AS berupaya menjegal upaya tersebut. Sekutu Israel itu secara terang-terangan menentang upaya ICC.

Dilansir dari Agence France-Presse (AFP), Netanyahu dikabarkan menelepon Presiden AS Joe Biden untuk meminta bantuan. ’’Kami sudah sangat jelas mengenai penyelidikan ICC bahwa kami tidak mendukungnya. Kami tidak percaya mereka memiliki yurisdiksi,’’ kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre.

The New York Times mengutip para pejabat Israel yang menyebut bahwa Netanyahu mungkin termasuk di antara mereka yang didakwa. Di sisi lain, ICC juga mempertimbangkan dakwaan terhadap para pemimpin Hamas.

Baca Juga: Microsoft Akan Investasi Rp 27,65 Triliun di Indonesia, Bangun Pusat Riset AI, Cetak 840 Ribu Digital Talent

Namun, Jean-Pierre menolak mengonfirmasi laporan dari kantor berita Axios yang menyebut bahwa Netanyahu telah meminta bantuan kepada Biden via telepon. ’’Fokus utama dari seruan itu jelas adalah kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata serta pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza,’’ ujarnya berkelit.

ICC sejauh ini belum mengomentari laporan tersebut. Namun, sejumlah pejabat Israel dalam beberapa hari terakhir mengumbar pernyataan. Netanyahu bahkan mengecam langkah ICC. ’’Di bawah kepemimpinan saya, Israel tidak akan pernah menerima upaya apa pun yang dilakukan ICC untuk melemahkan hak membela diri,’’ katanya dalam akun X.

Menteri Luar Negeri Israel Katz juga menyampaikan penolakan. ’’Jika dikeluarkan, surat perintah tersebut akan merugikan para komandan dan tentara IDF (tentara Israel) serta memberikan dorongan moral kepada organisasi teroris Hamas dan poros Islam radikal yang dipimpin Iran yang kami lawan,’’ kata Katz.

Sementara itu, di tengah perundingan gencatan senjata yang dilakukan, Netanyahu memastikan akan tetap menginvasi Rafah. Dia menekankan, sekalipun gencatan senjata dilakukan dan sandera dibebaskan, pasukan Zionis akan tetap menyerang Rafah.

’’Gagasan bahwa kita akan menghentikan perang sebelum mencapai semua tujuannya adalah mustahil. Kami akan memasuki Rafah dan melenyapkan batalyon Hamas di sana dengan atau tanpa kesepakatan untuk mencapai kemenangan total,’’ jelas kantor Netanyahu.

PBB, badan kemanusiaan dunia, serta dunia internasional telah berkali-kali memperingatkan bahwa serangan terhadap Rafah akan menjadi bencana besar. Sebab, wilayah itu adalah tempat perlindungan terakhir bagi lebih dari 1,5 juta pengungsi Palestina.

Israel disebut masih menunggu Hamas menanggapi proposal terbaru. Yakni, jeda pertempuran selama 40 hari dan pengembalian tawanan. Hal ini tentu bukan hal yang mudah dilakukan. Sebab, dengan gencatan senjata sekalipun, Israel akan tetap melancarkan agresi.

’’Menghentikan serangan terhadap warga Palestina bukanlah hal yang murah hati,’’ kata seorang pejabat senior Hamas.

Sejauh ini 34.535 warga Palestina tewas dan 77.704 orang luka-luka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober tahun lalu. Di sisi Zionis, jumlah korban mencapai 1.139 orang dengan puluhan orang masih ditawan. (dee/c14/bay)

Tags

Terkini