TANJUNG REDEB–Harga lada masih menjadi keluhan para petani di Kabupaten Berau, terutama mereka yang berada di pesisir selatan, khususnya Kecamatan Batu Putih. Sekarang, harga lada menurut para petani sangat murah, jauh dari harapan mereka.
Kurdih, petani di Kampung Tembudan, mengatakan, selama beberapa tahun terakhir ini harga lada tak ada peningkatan. Padahal, 2019 ini banyak petani mengharapkan harga lada dapat lebih baik dari 2018 lalu.
"Ternyata sama saja. Hanya sekitar Rp 42 ribu saja per kilogram," ungkap Kurdih, Senin (14/1).
Mengenai pemasaran, diakuinya cukup sulit lantaran belum ada yang menampung hasil panen mereka. Petani hanya menjual melalui tengkulak yang datang langsung. Namun, para tengkulak itu mematok harga rendah.
“Harga yang ditetapkan tengkulak, sangat rendah. Bahkan kalau dihitung-hitung, kami malah rugi menjual hasil panen. Tapi, mau disimpan juga tak mungkin. Karena kami memerlukan uang untuk belanja,” ujarnya.
Kurdih mengaku tak habis pikir dengan harga lada yang selalu merosot. Menurut dia, dengan harga tersebut, tidak memberikan keuntungan kepada petani. Akibatnya, dia sendiri tidak mau menambah luas areal perkebunan, lantaran tidak sebanding dengan biaya perawatan yang dikeluarkan. “Terus terang saja, ongkos perawatan kebun sulit untuk kembali," jelasnya.
Lantas Erma, petani lainnya juga mengatakan hal yang senada. Disebutkan, harga yang ada sekarang seolah menghalangi petani untuk meningkatkan kualitas hasil kebun.
“Bukan hanya di Batu Putih, petani di tempat lain juga mengeluhkan murahnya harga lada tersebut. Akibat murahnya harga tersebut, saya sering sengaja menumpuk hasil panen, menunggu harga normal. Apabila harganya sudah bagus, baru saya jual," terangnya.
Rata-rata petani lada di Batu Putih mengaku sangat berharap, harga lada mengalami kenaikan. Bahkan jika memungkinkan, ada campur tangan pemerintah untuk mengaturnya. Sehingga petani lada kembali bersemangat menggarap dan mengembangkan perkebunan lada. (kpg/san/k8)