BALIKPAPAN – Mengurus izin membuka tanah negara (IMTN) memang tidak ada pungutan biaya alias gratis. Namun, berpotensi menimbulkan pungutan-pungutan liar di belakang. Pengembang mengusulkan sebaiknya Pemkot Balikpapan menetapkan biaya retribusi resmi.
Hal itu dinilai akan membuat pemohon lebih nyaman. Adanya retribusi yang resmi menjadi payung hukum dan transparansi bagi pemohon. Menanggapi hal itu, notaris Bambang Karyono mengatakan, retribusi IMTN sesungguhnya baik. Tentu menjadi salah satu potensi pendapatan asli daerah (PAD).
Namun, dia mengingatkan, perlu ada telaah atau kajian apa pungutan resmi dari IMTN diperbolehkan atau sesuai aturan pemerintah pusat. Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009, pemerintah melimpahkan 11 pajak dan retribusi dari kewenangan pusat kepada pemerintah daerah.
Karena itu, perlu kajian tersendiri soal pungutan IMTN tersebut. Sebab pemerintah daerah tetap harus tunduk dan taat pada peraturan pemerintah pusat. “Kalau pun IMTN harus dikenakan biaya, asal menjamin kejelasan, justru bagus menambah PAD. Tinggal dipastikan apakah pungutan resmi ini diperbolehkan,” ungkapnya.
Selama ini dalam transaksi jual beli tanah atau bangunan yang sudah bersertifikat, warga dikenakan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Pembayaran biaya ini dilakukan di Badan Pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD). “Ketentuannya harus dibayar lunas oleh pembeli sebelum penandatanganan akta jual beli di depan pejabat pembuat akta tanah (PPAT),” ujarnya.
Tidak menutup kemungkinan, jika IMTN bisa diatur seperti BPHTB. Namun sekali lagi, perlu kajian terlebih dahulu. Jika pemkot bisa memungut biaya dalam proses permohonan IMTN, jumlah sumber PAD bisa bertambah cukup besar. Bambang mengatakan, contoh lainnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari proses permohonan misalnya pengesahan perseroan terbatas (PT).
Sebelumnya, berkas dari pengesahan ini cukup menumpuk di pemerintah pusat. Namun setelah hadir layanan dengan sistem online, permohonan semakin cepat dan jumlahnya meningkat. “Setelah sistem online dibangun, justru pendapatan dari PNBP menanjak,” katanya. Sehingga dia sangat mendukung adanya kepengurusan IMTN secara online.
Bambang menjelaskan, pemerintah pusat mulai membangun beberapa layanan dengan sistem online. Tujuannya agar tercipta transparansi dan menghindari praktik koruptif. Sebisa mungkin pemohon tidak bertemu dengan pejabat secara langsung. Contoh di Kementerian Hukum dan HAM, tersedia layanan paspor online.
Menurutnya sistem daring dapat menjawab keinginan masyarakat tentang IMTN. Di antaranya kepastian syarat, jangka waktu, dan biaya. “Sistem online bisa diterapkan untuk memperjelas ketiga hal itu. Sekaligus bisa memudahkan pelayanan,” tuturnya.
Walau tetap ada pertemuan langsung seperti peninjauan lapangan, pengukuran, sistem ini membuat masyarakat dapat mudah akses, informasi jelas, dan kepastian pelayanannya. Selain itu, penerbitan bisa terukur dengan baik. “Semua dikunci dengan sistem online, kontrolnya juga mudah,” imbuhnya.
Tak hanya itu, pejabat yang berwenang juga tidak lagi malas-malasan hingga membuat berkas pemohon menumpuk. Sebab progres kepengurusan dapat terpantau langsung. Siapa saja bisa melihat setiap kepengurusan terhambat di tahap mana. “Namun sistem online bisa berjalan dengan baik hanya jika database sudah tercipta,” tutupnya. (gel/kri/k15)